Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing.
Kali ini kita akan membahas, kenapa SRIL pelit dividen?
Posting kali ini terinspirasi dari seri video 100 ribu saya sebelumnya, ini link-nya. Di posting itu saya ketemu walau laba SRIL cenderung terus meningkat, tapi dividen-nya segitu2 saja, malah cenderung makin kecil.
Di posting kali ini saya telusuri dan plot angka – angka di laporan finansial SRIL dari tahun 2015 sampai dengan 2019 untuk menemukan, kenapa SRIL pelit dividen?
SRIL adalah kode saham PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih populer dikenal sebagai Sritex. Sritex bergerak di adalah perusahaan tekstil dari hulu ke hilir. Lini usahanya mulai dari Pemintalan (Spinning), Penenunan (Weaving), Finishing, dan Garment.
Perusahaan ini sudah lumayan tua ya. Sritex berdiri secara resmi tahun 1978. Perusahaan ini juga tergolong tidak kecil dan lumayan tanggung. Menurut laporan keuangan tahun 2019, Sritex mempekerjakan lebih dari 17 ribu karyawan. Pariknya ada di lahan seluas 79 hektar di Sukoharjo, Jawa Tengah. Sritex juga sudah selamat dari krisis ekonomi 1998.
Jadinya dia sudah bukan semacam start-up yang masih membakar uang di awal pendirian, ya. Makanya saya heran, labanya naik terus tapi dividen-nya tidak mengikuti.
Laba vs Dividen 2015-2019
Nah, ini dia awal penasaran saya. Di atas saya plot laba dengan dividen-nya dari tahun 2015-2019. Laba per tahun dengan garis merah dan dividen dengan garis biru. Angka - angka di grafik saya ambil dari laporan keuangan SRIL.
Dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, labanya cenderung meningkat. Tapi kenapa dividen-nya, garis yang biru, malah segitu2 saja? Dia malah cenderung menurun.
Logika simple-nya, kalau laba naik semestinya dividen naik juga dong.
Hipotesis
Untuk menjawab pertanyaan kenapa SRIL pelit dividen, ada 4 hipotesis yang mau saya buktikan:
Kebanyakan pendapatan tidak dalam bentuk cash.
Jenis perusahaan padat modal, jadi perlu banyak cash untuk operasi.
Cash dipakai untuk meningkatkan kapasitas, atau investasi.
Cash dipakai untuk bayar hutang.
Hipotesis 1: Kebanyakanan Pendapatan Tidak dalam bentuk cash
Di grafik di atas saya bandingkan berapa banyak dari penjualan-nya dicatatkan sebagai piutang. Saya plot penjualan tahunan-nya dan bandingkan dengan piutang yang dicatatkan di tahun yang sama.
Sejauh ini saya rasa bukan ini penyebabnya, karena piutangnya tidak sebegitu tinggi. Kalau saya hitung, rata - rata hanya 20% an dari penjualan.
Hipotesis 2: Jenis perusahaan padat modal
Di grafik di atas saya bandingkan penerimaan kas dari pelanggan dengan biaya produksi yang paling mendasar yaitu pembayaran kepada pemasok & gaji karyawan. Selain itu, laporan keuangannya masih mencatat biaya operasi lainnya, misalnya pembayaran untuk beban operasional, bunga, dan pajak penghasilan.
Ternyata dari tahun 2015 sampai dengan 2019, selisih antara penerimaan kas dari pelanggan dengan pembayaran kepada pemasok & gaji karyawan-nya tipis. Saya hitung, tiap tahun selisihnya antara 7-21%. Paling rendah di tahun 2019 dengan angka 7.9% dan paling tinggi di tahun 2015 dengan angka 21.46%. Jadi makin ke sininya selisihnya juga enggak tambah kecil ya.
Sepertinya ini penyebabnya, kenapa SRIL pelit dividen.
Perusahaannya padat modal, jadinya untuk produksi tiap tahunnya, perusahaan perlu menyisihkan kas dalam jumlah yang hampir mendekati dengan penerimaan kasnya. Dan, sayangnya ke sininya tidak ada tanda – tanda kalau perusahaannya tambah efisien. Kita lihat biaya produksinya meningkat seiring dengan pertumbuhan penerimaannya. Prosentase selisih antara penerimaan kas dengan biaya produksi juga enggak tambah besar.
Hipotesis 3: Cash dipakai untuk meningkatkan kapasitas
Walaupun kita mungkin sudah menemukan jawaban kenapa SRIL pelit dividen di atas, coba kita lanjut dulu dengan hipotesis ketiga. Siapa tahu ketemu hal menarik lainnya.
Hipotesis ketiga, Cash dipakai untuk meningkatkan kapasitas. Untuk membuktikan, saya bandingkan penerimaan kas dari pelanggan dengan kas yang digunakan untuk investasi.
Seperti kita lihat di grafik di atas, sepertinya porsi kas yang digunakan untuk investasi enggak sebegitu besar ya, jumlahnya sekitar 4-16% tiap tahunnya. Paling tinggi di tahun 2015 dengan angka 16.05% dan paling rendah di tahun 2017 dengan angka 4.18%. Tahun 2019 angkanya dekat sekali dengan tahun 2017, 4.52%. Jadi bisa kita bilang makin ke sininya jumlah cash yang dipakai untuk investasi enggak tambah besar juga ya kalau dibandingan dengan penerimaan kas-nya.
Untuk pertanyaan kenapa SRIL pelit dividen, sepertinya bukan karena cash-nya dipakai investasi.
Hipotesis 4: Cash dipakai untuk bayar hutang
Okay, lanjut ke hipotesis keempat, yaitu cash dipakai untuk bayar hutang. Untuk membuktikan, saya akan bandingkan penerimaan kas-nya dengan pembayaran hutangnya.
Dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, prosentase pembayaran hutang dibandingkan penerimaan kas dari pelanggan berubah – ubah. Paling tinggi di tahun 2016 dengan angka 40%an, paling rendah di tahun 2018 dengan angka 3%an. Di tahun 2019, prosentase pembayaran hutangnya ada di angka 12%an.
Sepertinya bukan ini juga masalah utamanya, kenapa SRIL pelit dividen.
Kesimpulan
SRIL pelit dividen karena operasional-nya mahal bahkan kalau ditotal - total, di beberapa kesempatan, jumlahnya melampaui kas yang masuk dari pelanggan. Sritex harus punya bantalan untuk jaga - jaga. Tiap tahunnya dia rutin menyisihkan 20% dari laba-nya untuk dana cadangan. Disamping itu, dia juga punya penghasilan lain – lain. Misalnya dari dividen dan bunga deposito. Penghasilan lain – lain ini yang membuat kas SRIL tidak minus setiap tahunnya.
SRIL layak dikoleksi karena laba konsisten meningkat dan perusahaannya hati – hati atau pruden dalam mengelola keuangan. Perusahaannya lumayan solid.
Tapi, jangan berharap dari dividen-nya. Karena kita belum melihat ada tanda – tanda operasional-nya makin efisien. Jadi jangan juga berharap dividen-nya makin besar ke depannya. Walaupun penjualan dan laba-nya terus meningkat.
Jangan juga berharap dia akan bertumbuh cepat. Kalau kinerjanya masih sama seperti 5 tahun terakhhir ini, dia akan bertumbuh tapi tidak akan sebegitu cepat. Porsi dana yang dipakai untuk investasi tidak sebegitu besar kalau dibandingkan dari penerimaan kas-nya. Jadi sepertinya dia juga tidak sebegitu agresif untuk ekspansi.
Sekian posting saya kali ini. Akhir kata semoga apa yang saya sampaikan disini bisa bermanfaat. Terima kasih banyak sudah nonton, ikutin terus perjalanan saya untuk belajar investasi, ya. Sampai ketemu di posting selanjutnya.
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini saya akan melakukan bagi portfolio saya. Tujuannya: Sebagai dokumentasi perjalanan saya berinvestasi Agar, mengumpulkan saran2 dan tips-tips dari master-master investor di kebetulan membaca blog ini. Ini saya jujur2an, saya berharap semoga nanti portfolio ini terus berkembang. Versi video dari blog ini, "Bedah Portfolio Saham 1 (Bonus Perbandingan dengan Reksadana Index)" bisa diakses di YouTube: https://youtu.be/hUN85QmkF3A Portfolio Jadi, singkat cerita, di atas ini penampakan portfolio saya, sampai dengan 19 November 2020, yaitu saat blog ini disiapkan. Portfolio vs Biaya Saya plot di grafik di bawah: Garis merah dan tebal itu adalah portfolio saya Garis biru adalah biaya yang saya keluarkan. Jadi kalo portfolio saya diatas garis biru, berarti saya masih untung, kalo dibawah, saya rugi. Kalo dilihat di awal-awal saya beli saham, nilai portfolio saya di bawah biaya. Tapi karena saya belinya,
Halo semuanya, kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing. Hari ini saya bahas beberapa saham di Bursa Efek Indonesia yang ada kata ”Astra” nya. Saham saham itu antara lain: Astra International (ASII), Astra Otoparts (AUTO), Astra Graphia (ASGR), Astra Agro Lestari (AALI) Dari analisa sederhana saya, saya ketemu: Keempat perusahaan ini tidak pernah merugi, di 10 tahun belakangan. 3 dari empat perusahaan ini, lumayan tahan krisis. Saat krisis, sepertinya pasar tetap melakukan pembelian kendaraan, akan tetapi menunda servis dan pembelian suku cadang. ASII sepertinya patut saya pertimbangkan untuk dibeli. Bagaimana saya bisa sampai ke kesimpulan ini, simak analisa saya lebih lanjut. Ohya, jangan lupa subscribe dan like ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini. Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube mela
Comments
Post a Comment