Punya Uang Rp 100 Ribu Beli Saham Apa Sekarang? BJTM & BFIN
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing.
Kali ini kita akan membahas, kalau punya uang Rp 100 Ribu beli saham apa sekarang. Dari saham – saham yang ada di Bursa Efek Indonesia, saya saring yang menurut saya kinerja-nya bagus, nanti saya bahas lebih detail apa saja kriterianya.
Dari hasil itu saya ketemu 64 perusahaan. Perusahaan - perusahaan itu saya saring lagi, pilih yang memberi dividen secara konsisten selama 5 tahun terakhir. Dari situ saya dapat 13 perusahaan. Apa saja perusahaan itu, baca terus, ya.
Di video sebelumnya, saya uraikan kalau saya ada dana beberapa ratus ribu di Rekening Dana Investasi saya. Tepatnya, per hari ini tanggal 29 November Jumlah dana di Rekening Dana Investasi POEMS saya adalah 400 ribuan rupiah.
Di bawah ini adalah snapshot dari Cash Balance saya, Rp 251.152
Di bawah ini adalah snapshot dari dana di reksadana pasar uang Philip Money Market Fund saya, Rp 204.969
Kenapa dana saya ada di 2 tempat? Itu karena saya nyalakan fitur autosweep saya di POEMS. Dimana setting auto subscribe dan auto redeem nya aktif keduanya.
Apa yang terjadi adalah, setiap ada dana melebihi dari Rp 250 ribu rupiah di cash balance saya, dengan otomatis data tersebut akan dibelikan reksadana pasar uang Philip Money Market Fund. Gambar di bawah adalah snapshot tampilan setting “auto-sweep” di app POEMS saya.
Setting auto-redeem di fitur atuto-sweep memungkinkan pencairan otomatis dana yang disimpan di Phillip Money Market Fund. Contoh, kalau saya membuat transaksi yang nilainya melebihi saldo cash di RDI saya.
Bagusnya, begitu aktif, fitur auto-sweep ini gak usah di pedulikan lagi, gak usah beli, gak usah jual, gak ada biaya, dan duitnya juga bertumbuh kalau kita diamkan di RDI atau Rekening Dana Investasi kita, walau enggak banyak.
Okay balik lagi, saya ada dana Rp 400 ribuan, kemungkinan besar 200-300 ribuan akan saya belikan saham. Gak saya habiskan ke-400 ribunya, buat jaga-jaga siapa tau saya ketemu perusahaan murah lain dan seketika ingin beli. Nah, sekarang kita lanjut ke kriteria saya milih saham kali ini.
Kriteria Saringan
Seperti yang saya bilang di atas, dari saham – saham yang ada di Bursa Efek Indonesia, saya saring perusahaan – perusahaan di Bursa Efek Indonesia menurut kriteria:
Pas di kantong: Harganya satu lot-nya, atau 100 lembar sahamnya, pada minggu terakhir bulan November kurang dari Rp 100 ribu
Gak kemahalan: PE Ratio atau Price to Earning Rasio berada di bawah 10. Kenapa 10, artinya secara kasar kita atau perusahaannya balik modal dalam waktu 10 tahun. Mau tau lebih banyak soal PE, silakan liat di video saya sebelumnya soal PE. Link saya sertakan di deskripsi.
Tahan Pandemi. Yang saya pakai untuk melihat apakah perusahaannya tahan pandemi adalah:
Net Profit untuk tahun berjalannya di 2020 adalah positif, jadi saat pandemi begini perusahaannya enggak merugi secara keeluruhan, termasuk sumber2 perhasilan di luar operasional. Setidaknya masih bisa bayar gaji pegawai.
Operating Profit Margin untuk tahun berjalannya di 2020 adalah positif, jadi kita juga mau perusahaan yang operasionalnya masih positif.
64 Perusahaan yang Masuk Saringan
Dari ketiga kriteria yang saya bahas di slide sebelumnya, pas di kantong, harganya gak sedang kemahalan, dan tahan pandemi, kita ketemu 64 perusahaan di bawah ini. Silakan dilihat, apa ada saham – saham favorit anda.
Ternyata, lumayan banyak juga perusahaan yang tahan pandemi, pas di kantong, dan harganya enggak lagi kemahalan. Okay, karena masih banyak, saya saring lagi dengan cara mengerucut ke perusahaan yang memberi dividen secara teratur selama 5 tahun ke belakang, dari tahun 2015 sampai 2020.
Yang Memberi Dividen Teratur selama 5 Tahun ke Belakang
Nah, ini dia 13 perusahaan – perusahaan sehat, gak sedang kemahalan, yang tahan pandemi, harganya di bawah 100 ribu rupiah per lot, dan konsisten memberi dividen 5 tahun ke belakang.
Daftar Perusahaan:
BFIN :BFI Finance Indonesia Tbk.
BJTM :PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.
CLPI :Colorpak Indonesia Tbk.
ELSA :Elnusa Tbk.
IKBI :Sumi Indo Kabel Tbk.
JRPT : Jaya Real Property Tbk.
MLPT : Multipolar Technology Tbk.
NELY : Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk.
RUIS : Radiant Utama Interinsco Tbk.
SDRA : Bank Woori Saudara Indonesia
SMDR: Samudera Indonesia Tbk.
SRIL : Sri Rejeki Isman Tbk.
TBLA :Tunas Baru Lampung Tbk.
Ini masih kebanyakan untuk saya kupas secara detil, jadinya saya pilih dua yang bidang usahanya saya paling familiar saj. Nanti di lain video saya bahas lebih lanjut yang lainnya.
Kupas Tuntas BFIN & BJTM
Ini adalah dua pilihan saya untuk video kali ini. BFI Finance dan Bank Jatim. Kebetulan keduanya insitusi keuangan. Berikutnya kita lihat gambaran umum perusahaannya.
Gambaran Umum BFIN
BFIN atau PT BFI Finance Indonesia TBK atau BFI Finance, menurut website-nya didirikan di tahun 1982. Dia merupakan salah satu perusahaan multifinance tertua yang terdaftar di Indonesia Stock Exchange, atau dulunya Jakarta dan Surabaya Stock Exchange. Perusahaan ini bergerak dalam bidang pembiayaan bisnis dan pribadi. Menurut website-nya, kembali BFI memiliki jangkauan yang cukup luas, ada 400 lebih cabang yang tesebar dari Sabang sampai dengan Merauke.
Pendapatan utama PT BFI Finance adalah dari pembiayaan kredit mobil bekas. Pembiayaan mobil bekas berkotribusi diatas 60% total pendapatan. Sejak 2017, perusahaan juga merambah pendanaan syariah dan P2P
Gambaran Umum BJTM
BJTM atau PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk didirikan di tahun 1961 sebagai PT Bank Pembangunan Daerah Djawa Timur. Bank ini lalu mengalami berbagai perubahan bentuk sampai dengan sekarang sebagai PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.
Menurut info yang saya kumpulkan dari berita, Bank Jatim ini adalah Bank yang mendistribusikan gaji PNS daerah Jawa Timur. Dan, Jawa Timur adalah daerah dengan jumlah PNS tertinggi, yaitu sekitar 400 ribuan.
Apa kemungkinan implikasi yang saya lihat dari kondisi ini:
Sudah pasti para PNS yang gajinya didistribusikan di Bank Jatim itu menjadi nasabah Bank Jatim. Bank lain mungkin perlu iklan untuk menarik nasabah untuk membuat rekening, sementara Bank Jatim bisa mendapat nasabah langsung lewat distribusi gaji ini. Disamping itu, kalau sistem Bank Jatim bagus, kemungkinan keluarga, rekan, dan kenalan dari PNS yang memiliki rekening di Bank Jatim ini akan membuat rekening di sana juga.
Sudah pasti ada dana yang berputar atau masuk, yaitu gaji PNS di setiap bulannya.
Ada kemudahan kredit bagi para PNS. Apabila PNS ini mengambil kredit dengan pembayaran melalui potong gaji di awal bulan, Bank sendiri mendapat jaminan kalau cicilan per-bulan-nya pasti akan dibayar. Gak cuma itu, kreditnya pasti dibayar dan dibayarnya tepat waktu. Dan kita tahu sendiri, kemungkinan besar kredit seperti ini terbayar lunas, resiko gagal bayar kecil sekali. Kita lihat juga di laporan keuangan Bank Jatim kalau kredit kepada PNS dan pegawai BUMD yang gajinya didistribusikan lewat Bank Jatim adalah salah satu produk keuangannya.
Kupas BFIN & BJTM
Nah, sekarang kita lanjut melihat angka – angka kinerja BFIN dan BJTM lebih dalam.
Kita akan lihat ketiga hal di bawah selama 5 tahun terakhir:
EPS (Earning per Share) atau laba per saham
PE Ratio (Price to Earning Rasio)
Dividen-nya
EPS BFIN & BJTM 2014-2019
Sekarang kita mulai dari EPS, Earning per Share atau Laba per Saham 5 tahun terakhir BJTM. Di layar kita lihat pergerakan earning per share atau EPS dari BFIN dan BJTM.
EPS ini didapat dari total laba dibagi dengan jumlah saham. Angkanya menunjukkan berapa banyak keuntungan yang didapat perusahaan untuk setiap lembar sahamnya. Ini link ke posting blog saya mengenai EPS.
EPS BFIN 5 Tahun Terakhir
Kita mulai dari EPS BFIN. Kita lihat laba BFIN di tahun 2014 dan 2015 lumayan stabil di seputaran Rp 40 per sahamnya. Tahun 2015 naik sedikit daripada tahun 2014. Lalu turun drastis ke hampir mendekati “0” atau tidak ada laba sama sekali di tahun 2016. Apa yang terjadi di sini, saya kurang tahu, karena sejauh penelusuran saya per hari ini, 29 November 2020, saya belum ketemu apa – apa.
Kita lanjut lagi, di tahun 2017, laba per saham BFIN melesat ke seputaran Rp 80 per saham. Dua kali lipat dari laba per saham di dua dan tiga tahun sebelumnya, tahun 2015-2016. Lalu naik ke hampir Rp 100 per saham di tahun 2018 dan turun lumayan jauh ke seputaran Rp 50 per saham di tahun 2019. Tahun 2016 sampai 2019 EPS BFIN seperti roller coaster.
EPS BJTM 5 Tahun Terakhir
Sekarang kita lanjut ke BJTM. Tahun 2014-2015, laba per saham-nya turun sedikit, tapi masih di seputaran Rp 60 per saham. Tapi, kemudian mulai dari tahun 2016 naik secara teratur sampai dengan tahun 2019, yang hampir melampaui Rp 90 per saham.
Jadi EPS BJTM naik teratur, sementara EPS BFIN lebih tidak stabil. Tahun ini adalah tahun spesial. Tahun ujian untuk kita semua, termasuk untuk perusahaan – perusahaan. Untuk tahu bagaimana efek pandemi pada BFIN dan BJTM, di slide berikutnya kita akan lihat lebih dekat EPS kedua perusahaan tersebut. Kita lihat EPS per kuartal,dari kuartal pertama tahun 2019 sampai dengan kuartal ketiga tahun ini.
EPS Pandemi (Per Kuartal) BFIN & BJTM 2019-2020
Nah, ini dia EPS pandemic dari BFIN dan BJTM, atau EPS dari quartal pertama 2019 sampai dengan quartal ketiga 2020. Ini EPS per kuartal, jadi angka yang kita lihat di layar ini adalah penghasilnya di 3 bulan-nya.
EPS Pandemi (Per Kuartal) BJTM 2019-2020
Angka EPS BJTM stabil di seputaran Rp 20 ke Rp 30 per saham, pandemi maupun tidak pandemi. Kita bisa melihat dampak pandemi di kuartal kedua tahun 2020, yaitu penurunan dari seputaran Rp 30 per saham di quartal pertama 2020 menjadi kisaran Rp 20 di kuartal kedua tahun ini. Ada penurunan tapi tidak sebegitu jauh. Di kuartal ketiga dia cukup stabil atau naik sedikit, masih di kisaran Rp 20 per saham. EPS per kuartal BJTM malah turun lebih banyak di kuartal keempat tahun lalu, sebelum pandemi. Sejauh ini, saya belum ketemu ada kejadian apa di kuartal keempat tahun 2019 ini. Dikutip dari laporan tahunannya, dinyatakan bahwa “Sepanjang 2019 Bank Jatim tidak memiliki transaksi penting atau informasi keuangan yang sifatnya luar biasa dalam jumlah yang signifikan.”
EPS Pandemi (Per Kuartal) BFIN 2019-2020
Sekarang kita lanjut ke BFIN ya. Mirip dengan grafik EPS tahunannya, EPS kuartal BFIN tidak se-stabil BJTM. Ada penurunan drastis ke merugi melampaui minus Rp 20 per saham, atau merugi Rp 20 per saham, di quartal keempat tahun lalu, tahun 2019.
Menurut laporan keuangannya, BFIN menyelesaikan sengketa selama 16 tahun di kuartal ini, kuartal keempat tahun 2019, dan diharuskan membayar sebesar Rp 774 M. Sebagai gambaran, omzet BFIN di tahun itu, tahun 2019, menurut laporan keuangannya, ada di kisaran Rp 5 trilyun. Jadi pembayaran sengketa ini skitar 15% daripada omzetnya. Lalu labanya bersihnya di tahun itu adalah Rp 712 Milyaran. Artinya, pembayaran sengketa sebensar Rp 774 M ini Rp 62 Milyar lebih banyak daripada laba bersihnya. Intinya, pembayaran sengketa sebesar Rp 774 M nilainya signifikan bagi BFIN.
Dari keterangan di laporan keuangannya, sepertinya masalah ini cukup besar dan kompleks, melibatkan hal yang terjadi dalam kurun waktu hampir 20 tahun. Nanti kalau sudah cukup informasi, mungkin saya buatkan posting khusus untuk mensarikan kejadiannya.
Kembali ke grafik di atas dan EPS per kuartal BFIN di tahun 2019. Walau di kuartal keempat EPS-nya negative, kalau dijumlahkan masih positif karena EPS di kuartal sebelumnya positif.
Dampak pandemi bisa kita lihat juga dengan penurunan EPS BFIN ke hampir “0”, atau tidak ada laba di quartal kedua tahun ini, tahun 2020. Bagusnya, EPS-nya kemudian naik di kuartal berikutnya melampaui Rp 10 per saham. Hampir mendekati level pre- dampak pandemic, yaitu eps di kuartal pertama tahun ini.
PE Rasio BFIN & BJTM 2015-2020
Sekarang kita lanjut ke PE rasio 5 tahun ke belakang dari BFIN dan BJTM. Angka PE Ratio atau Price to Earning Rasio didapat dari membagi harga saham dengan EPS-nya. Angka PE ini menunjukkan seberapa lama waktu untuk pemegang saham atau perusahaan, balik modal dari investasinya. Jadi, makin kecil PE suatu perusahaan itu making bagus, artinya harga sahamnya sedang tidak kemahalan. Ini link ke posting blog saya mengenai PE Rasio.
Di atas kita melihat PE Rasio per kuartal dari BJTM dan BFIN. Kita langsung melacak PE rasio per kuartal, sekalian untuk melihat lebih dekat seberapa liar, atau stabilnya, pergerakan harga kedua perusahaan tersebut.
PE Rasio BJTM 5 Tahun Terakhir
Kita mulai dari BJTM. PE rasio paling tinggi ada kuartal keempat 2017. PE rasio paling rendah ada di 4 di kuartal kedua 2015 dan kuartal pertama 2016. Pergerakan PE rasio BJTM 5 tahun terakhir ini bisa kurang lebih dibagi dua. Yang pertama di kisaran 4 sampai dengan 6 di tahun 2015-2017. Lalu yang kedua di kisaran 5 sampai dengan hampir 8 dari tahun 2017 sampai dengan tahun lalu, tahun 2019.
Dampak pandemi kita lihat di kuartal pertama tahun 2020 yang PE-nya turun drastis dua poin ke hampir 4 dari 6 di kuartal keempat tahun lalu. Kemungkinan besar ini karena harga saham di BEI turun ramai – ramai di awal tahun ini. Penurunan ini lumayan jelas kalau dilihat darei pergerakan sejak 2017, tapi gak sebegitu drastis sebenarnya kalau kita mempertimbangkan pergerakan PE BJTM 5 tahun terakhir. Masih di atas 4. Sejak itu, PE BJTM lalu naik perlahan ke angka 6 di kuartal ketiga sekarang ini. Intinya kita bisa mengamati pengaruh pandemic di BJTM tapi tidak terlalu drastis.
PE Rasio BFIN 5 Tahun Terakhir
Sekarang kita lanjut ke BFIN. Yang yang menarik adalah, PE BFIN naik teratur dari tahun 2015 sampai dengan 2018. dari di bawah 1 di tahun 2015 sampai dengan melampaui 8 di kuartal terakhir tahun 2017. Setelah itu, PE-nya naik turun, paling tinggi di kisaran 10 di kuartal keempat tahun lalu dan paling rendah di kisaran 3 di kuartal pertama tahun ini. Pada saat itu, kuartal pertama tahun ini, artinya saham BFIN sedang diskon. Tapi sekarang, sayangnya dia sudah naik teratur sampai dengan kisaran 9 di kuartal ketiga tahun ini.
Dibandingkan BJTM yang PE-nya masih di kisaran 6, saham BFIN per hari ini bisa lebih mahal kalau dibandingkan dengan laba-nya.
Dividen BFIN & BJTM 2015-2020
Sekarang, kita lanjut ke dividen. Ini merupakan salah satu saringan kita dari 64 perusahaan ke 13 perusahaan. Perlu diingat, laba tahun ini dibagikan sebagai dividen di tahun berikutnya. Jadi, misalnya dividen di tahun 2015 itu adalah laba dari tahun 2014.
Dividen BJTM 5 Tahun Terakhir
Kita mulai dari yang stabil, BJTM. Dari laporan keuangannya, kita lihat, BJTM membagikan divinden setahun sekali sekitar kuartal pertama. Jumlahnya dividen-nya lumayan stabil dan tampaknya terus tipis – tipis meningkat, tapi masih di kisaran angka Rp 40an per lembar sahamnya.
Kalau melihat laba-nya yang cukup stabil walau ada pandemi, kemungkinan besar dividen BJTM tahun ini gak akan terlalu jauh dari 5 tahun sebelumnya, seputaran Rp 40an per lembar sahamnya. Tapi karena tahun ini tahun spesial, masih ada kemungkinan dividen BJTM bisa keluar dari trend nya sekarang.
Dividen BFIN 5 Tahun Terakhir
Sekarang kita lanjut ke BFIN. Lima tahun terakhir rajin membagikan dividen dua kali setahun. Yaitu dekat awal dan akhir tahun. Di grafik kita lihat di tahun 2015-2017 ada dua kali pembagian saham. Di 2018, tampaknya diubah menjadi sekali setahun, dan begitu juga di 2019, seperti yang kita lihat di grafik di layar.
Di tahun 2015 sampai tahun 2016, dividen di awal tahun di bawah Rp 10 per lembah saham, lalu dividen akhir tahun di kisaran Rp 15 per lembar saham. Kalau ditotal, di tahun 2015 angkanya sedikit di bawah Rp 20 dan di tahun 2016 angkanya di kisaran Rp 20. Di tahun 2017 dividen awal dan akhir tahun-nya naik. Di awal tahun di kisaran Rp 10 dan di akhir tahun melampaui Rp 20 per saham. Jadi kalau di-total, di tahun 2017 dividen-nya sekitar Rp 30 per saham.
Seperti yang saya sebut sebelumnya, di tahun 2018, frekuensi pembagian dividen-nya dijadikan sekali setahun. Ternyata yang berkurang bukan cuma frekuensi-nya, tapi juga jumlahnya. Total dividen BFIN yang dibagikan di tahun 2018 angkanya di kisaran Rp 20 per saham, kembali ke kisaran di dua tahun sebelumnya, tahun 2016.
Di tahun 2019, dividen BFIN naik drastis lebih dari dua kali lipat di tahun sebelumnya. Dividen yang dibagikan hampir mencapai Rp 50 per saham. Pendapatan 2019 yang dibagikan sebagai dividen di 2020 turun drastis. Kemungkinan ini akibat berkurangnya pendapatan yang lumayan tinggi setelah penyeselaian sengketa di November 2019. Di awal tahun 2020, BFIN membagikan dividen sedikit di atas Rp 10 per saham.
Beli yang Mana?
Jujur saya galau setelah melihat angka – angka kinerja kedua perusahaan di atas. BJTM PE-nya masih di kisaran 6, sementara per hari ini 29 November 2011, PE BFIN sudah bergerak mendekati angka 10. Yang buat saya sudah hampir kemahalan.
Selain itu, kinerja BFIN juga tidak terlalu stabil, dilihat dari pergerakan EPS-nya lima tahun belakangan ini. Dividen-nya juga tidak stabil. Jadinya kalau kinerja-nya masih seperti 5 tahun belakangan ini. Saham BFIN belum bisa diandalkan sebagai passive income. BJTM karena dividen-nya stabil, bisa diandalkan jadi passive income.
Untuk saya sendiri, apa yang saya lakukan.
Saya sudah ada BJTM, mungkin akan saya tambah satu atau dua lot lagi. Lumayan untuk penghasilan passive income teratur. Mumpung PE-nya masih di kisaran 6 juga. Nanti kalau sudah banyak yang melirik, harga saham makin mahal, PE-nya bisa naik dan saat itu sahamnya gak terbeli lagi buat saya.
Kemungkinan saya beli BFIN juga, mumpung PE-nya masih di bawah 10. Nanti kalau sudah banyak yang melirik, PE-nya bisa naik.
Kita lihat dulu harga saham kedua perusahaan ini supaya saya tahu seberapa yang saya bisa beli.
Rencana
Di atas saya menyebut saat ini saya ada cash sebesar Rp 456.121
1 Lot BFIN adalah Rp 39.600
1 Lot BJTM adalah Rp 67.500
Jadi rencananya saya akan tambah 2 lot BJTM lagi, untuk passive income. Jumlahnya jadi sekitar Rp 135.000. Lalu beli 1 lot BFIN supaya masuk radar saja. Jujur, saya gak yakin dengan kinerja BFIN. Kalau misalnya EPS-nya stabil di tahun depan dan PE-nya turun, saya bisa beli lagi. Tapi ini rencana untuk tahun depan.
Rencana:
2 Lot BJTM Rp 135.000
1 Lot BFIN Rp 39.600
Total Rp 174.896 (+biaya transaksi)
Cash: Rp 456.121
Sisa : Rp 281.224
Di atas saya perlihatkan rencana saya dan hitungan harganya. Tapi ini berdasarkan harga penutupan di hari Jumat 27 November 2020. Harga per senin mungkin berubah. Semoga gak banyak, jadi masih cukup di anggaran saya.
Sekian posting saya kali ini. Terima kasih banyak sudah membaca, ikutin terus perjalanan saya untuk belajar investasi, ya. Doakan investasi saya berhasil. Sampai ketemu di posting selanjutnya.
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini saya akan melakukan bagi portfolio saya. Tujuannya: Sebagai dokumentasi perjalanan saya berinvestasi Agar, mengumpulkan saran2 dan tips-tips dari master-master investor di kebetulan membaca blog ini. Ini saya jujur2an, saya berharap semoga nanti portfolio ini terus berkembang. Versi video dari blog ini, "Bedah Portfolio Saham 1 (Bonus Perbandingan dengan Reksadana Index)" bisa diakses di YouTube: https://youtu.be/hUN85QmkF3A Portfolio Jadi, singkat cerita, di atas ini penampakan portfolio saya, sampai dengan 19 November 2020, yaitu saat blog ini disiapkan. Portfolio vs Biaya Saya plot di grafik di bawah: Garis merah dan tebal itu adalah portfolio saya Garis biru adalah biaya yang saya keluarkan. Jadi kalo portfolio saya diatas garis biru, berarti saya masih untung, kalo dibawah, saya rugi. Kalo dilihat di awal-awal saya beli saham, nilai portfolio saya di bawah biaya. Tapi karena saya belinya,
Halo semuanya, kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing. Hari ini saya bahas beberapa saham di Bursa Efek Indonesia yang ada kata ”Astra” nya. Saham saham itu antara lain: Astra International (ASII), Astra Otoparts (AUTO), Astra Graphia (ASGR), Astra Agro Lestari (AALI) Dari analisa sederhana saya, saya ketemu: Keempat perusahaan ini tidak pernah merugi, di 10 tahun belakangan. 3 dari empat perusahaan ini, lumayan tahan krisis. Saat krisis, sepertinya pasar tetap melakukan pembelian kendaraan, akan tetapi menunda servis dan pembelian suku cadang. ASII sepertinya patut saya pertimbangkan untuk dibeli. Bagaimana saya bisa sampai ke kesimpulan ini, simak analisa saya lebih lanjut. Ohya, jangan lupa subscribe dan like ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini. Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube mela
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini kita akan membahas, kenapa SRIL pelit dividen? Posting kali ini terinspirasi dari seri video 100 ribu saya sebelumnya, ini link-nya . Di posting itu saya ketemu walau laba SRIL cenderung terus meningkat, tapi dividen-nya segitu2 saja, malah cenderung makin kecil. Di posting kali ini saya telusuri dan plot angka – angka di laporan finansial SRIL dari tahun 2015 sampai dengan 2019 untuk menemukan, kenapa SRIL pelit dividen? Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube melalui link ini: https://youtu.be/jPSryA_8lUw Gambaran Umum SRIL adalah kode saham PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih populer dikenal sebagai Sritex. Sritex bergerak di adalah perusahaan tekstil dari hulu ke hilir. Lini usahanya mulai dari Pemintalan (Spinning), Penenunan (Weaving), Finishing, dan Garment. Perusahaan ini
Comments
Post a Comment