Skip to main content

Kupas Saham Bank Lokal yang Dikuasai Asing: BTPN, BNGA, NISP

Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing.

Beberapa waktu lalu saya membeli saham Bank BTPN karena terkesan dengan aplikasi jeniusnya. Nah kali ini saya akan bahas kinerja BTPN untuk menimbang keputusan saya kemarin.

Supaya tidak kesepian, saya juga analisa berbarengan dengan dua bank lain yaitu CIMB-NIAGA atau kode sahamnya BNGA dan OCBC-NISP atau kode sahamnya NISP. Kesamaan mereka bertiga adalah mereka adalah Bank lokal tua yang dikuasai Bank – Bank asing. 

Di posting kali ini, saya rangkum hasil penelusuran laporan keuangan ketiga Bank tadi selama minimal 5 tahun terakhir. Saya lacak dan plot laba dan dividennya. Saya juga plot price to earning rasio-nya sampai saya tau harga wajar dari saham ketiga perusahaan ini.

Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting  

Versi video dari blog ini, "bisa diakses di YouTube: https://youtu.be/u-qYxiTL-W0

Profil BTPN

BTPN ini adalah kode saham dari PT Bank BTPN Tbk. Menurut laporan keuangan tahun 2019, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Bank asal Jepang, adalah pemegang saham mayoritas dengan jumlah persentase kepemilikan 92.43%. Bank BCA memiliki 1%an saham BTPN, sementara Bank BNI memiliki 0.15% saham BTPN. 

Menurut Website-nya, Bank BTPN adalah bank devisa yang memfokuskan diri untuk melayani dan memberdayakan segmen masyarakat berpendapatan rendah yang terdiri dari para pensiunan, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta komunitas prasejahtera produktif (mass market). BTPN memiliki beberapa program untuk mengakses sektor – sektor mikro dan prasejahtera. Bank devisa adalah bank yang memperoleh izin untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.

Pada Tahun 2019, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasioan Tbk, atau BTPN, merger dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia atau SMBCI. Sebagai akibat, Bank BTPN yang baru, hasil dari merger ini, bisa melayani segmen nasabah korporasi juga. 

Profil CIMB-NIAGA
BNGA ini adalah kode saham dari CIMB-NIAGA. CIMB Niaga berdiri pada tanggal 26 September 1955 dengan nama Bank Niaga. Pemerintah Republik Indonesia selama beberapa waktu pernah menjadi pemegang saham mayoritas CIMB Niaga saat terjadinya krisis keuangan di akhir tahun 1990-an. 

Pada bulan November 2002, Commerce Asset-Holding Berhad (CAHB), kini dikenal luas sebagai CIMB Group Holdings Berhad (CIMB Group Holdings), mengakuisisi saham mayoritas Bank Niaga dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 

Menurut laporan keuangan tahun 2019, CIMB, Bank asal negeri jiran Malaysia, adalah pemegang saham mayoritas dan pengendali dengan jumlah persentase kepemilikan 91.26%. 

Profil OCBC-NISP
NISP ini adalah kode saham dari Bank OCBC-NISP Tbk. Bank OCBC NISP (sebelumnya dikenal dengan nama Bank NISP), merupakan Bank tertua keempat di Indonesia yang didirikan pada tahun 1941 di Bandung. 

Menurut website-nya, tahun 2005, Bank NISP diakuisisi oleh Bank OCBC Singapura, lalu berubah nama menjadi Bank OCBC-NISP. Bank OCBC adalah pemegang saham mayoritas dan pengendali dengan jumlah persentase kepemilikan 85.1%. 

Kupas Kinerja BTPN, BNGA, & NISP
Nah, sekarang kita lanjut melihat angka – angka kinerja BTPN, BNGA, NISP lebih dalam. Kita akan lihat EPS atau Earning per Share, PE Ratio atau Price to Earning Rasio, dan Dividen-nya selama beberapa tahun terakhir. Saya juga akan bagi, berapa harga nyaman dari ketiga bank ini versi saya.

Sebisa mungkin saya sarikan datanya langsung dari laporan tahunan perusahaannya. Karena sebelumnya saya sempat memakai data dari yahoo finance, google finance, bahkan dari sekuritas, dan saya ketemu kalau kadang datanya tidak akurat. Satu saja data yang tidak akurat bisa mempengaruhi Analisa yang lain. Jadi daripada saya salah tafsir karena data yang tidak akurat, mending saya sebisa mungkin sarikan datanya dari laporan tahunan perusahaan. 

Tapi kadang juga laporan tahunan perusahaannya, tidak ketemu di websitenya atau formatnya aneh2. Jadi susah untuk dimengerti. Kalau itu terjadi, terpaksa saya cari dari sumber lain. Dan, perusahaannya juga saya tandai, aneh aja gitu kenapa juga perusahaan public yang mau sahamnya dibeli, laporan tahunannya gak gampang diakses.

Laba Per Saham (2013 – 2019)

Untuk melihat kinerja ketiga perusahaan ini, mari kita lihat laba per sahamnya dari tahun ke tahun (EPS). Untuk yang masih bingung apa itu EPS, bisa mengunjungi penjelasan saya tentang EPS di posting saya sebelumnya. Ini link-nya.

Grafik di atas, membandingkan laba per saham dari ketiga perusahaan. Yaitu BTPN, yang paling atas, BNGA atau CIMB-Niaga di tengah dan NISP atau OCBC-NISP, yang paling bawah. Di tiap grafik saya juga taruh garis hijau, sebagai pertanda perusahaan sedang untung apa rugi. Kalau grafiknya di atas garis hijau, artinya perusahaannya sedang untung. Sekarang mari kita lihat satu per satu.

Pendapatan BTPN lima tahun ke belakang sepertinya lumayan stabil antara Rp 200 – Rp 400 per saham-nya. Nilai terendah yaitu sedikit di atas Rp 200 per saham di tahun 2017; dan tertinggi di tahun 2013 melampaui Rp 300 per saham, bahkan hampir mendekati Rp 400 per saham.

Kemudian BNGA atau CIMB Niaga. Pendapatannya sempat menurun dari tahun 2013 ke tahun 2015; tapi kemudian menanjak secara konsisten sampai dengan tahun 2019. Tapi angka di tahun 2019 masih lebih rendah daripada angka di tahun 2013. Laba per saham-nya ada di kisaran Rp 25 – Rp 175 per saham.

Selanjutnya NISP atau OCBC-NISP. Secara umum pendapatannya meningkat. Sempat menurun di tahun 2013-2015. Tapi kemudian secara konsisten menanjak sampai dengan 2019. Peningkatan lumayan drastic terjadi di tahun 2017 ke 2018. Di tahun 2017, laba-nya sekitar Rp 50 per saham; tahun berikutnya laba-nya melampaui angka Rp 100, bahkan mendekati Rp 120 per saham. Tahun 2019, laba per saham-nya melampaui Rp 120.

Dari ketiga data di atas, ketiga Bank ini konsisten mencatatkan laba tiap tahun-nya dan secara garis besar laba-nya meningkat.

Laba per saham tiap kuartal (2019 – 2020)
Untuk meninjau apa efek pandemi ke ketiga perusahaan ini, mari kita bandingkan EPS per kuartalnya dari kuartal pertama  tahun 2019 ke kuartal ketiga tahun ini, tahun 2020. Pada saat blog ini disiapkan, laporan kuartal keempatnya belum keluar, ya.

Di grafik di samping ini saya kumpulkan laba per saham dari tiap kuartal selama dua tahun terakhir. 
Sekilas, ketiga perusahaan ini sepertinya terkena dampak pandemi. 

Laba per saham BTPN lumayan stabil di tahun 2019 sampai dengan kuartal pertama tahun 2020, di kisaran Rp 70-100an per saham. Tapi di kuartal kedua tahun 2020, dia turun drastis ke kisaran Rp 40 per saham. Sekitar setengah dari laba di kuartal sebelumnya, kuartal satu 2020. Di kuartal ketiga, laba per sahamnya naik ke kisaran Rp 50, belum setinggi rata2 laba-nya di tahun sebelumnya, tahun 2019.

CIMB-Niaga atau BNGA juga mengalami penurunan di tahun ini, bahkan lebih drastis daripadaa BTPN. Tahun lalu, tahun 2019, laba per saham-nya ada di kisaran Rp 30-50an. Paling rendah Rp 30 di kuartal ketiga. Di grafik kita bisa lihat laba-nya menurun terus dari kuartal pertama 2020 sampai dengan kuartal ketiga. Di kuartal pertama tahun ini BNGA mencatatkan laba per saham di kisaran Rp 40an, turun Rp 10an dari kuartal sebelumnya, kuartal keempat 2019. Kemudian di kuartal kedua, laba per sahamnya, turun 10 Rupiahan lagi ke Rp 20an. Di kuartal keempat laba per sahamnya bahkan sudah di bawah Rp 10. Jauh sekali dengan laba per kuartal tahun lalu yang ada di sekitar Rp 30-50an.

Lain lagi dengan NISP. Laba per sahamnya masih menanjak di kuartal pertama tahun ini, tahun 2020. Laba per sahamnya mulai turun di kuartal kedua tapi tidak terlalu signifikan, masih sama – sama di kisaran Rp 30 per saham. Penurunan lumayan drastis bisa kita lihat di kuartal ketiga. Laba per sahamnya berada di kisaran belasan rupiah. Angka ini adalah sekitar setengah dari rata – rata laba per saham di tahun sebelumnya, tahun 2019.

Jadi sampai dengan kuartal ketiga tahun 2020, kita bisa melihat penurunan laba yang cukup drastic dari ketiga perusahaan. Yang paling drastis adalah CIMB Niaga atau kode sahamnya BNGA.

Dividen (2010 – 2019)

Okay, sekarang lanjut ke dividen. Sekarang kita lihat seberapa banyak dividen yang dibagikan kepada pemegang saham kurang lebih selama 10 tahun terakhir. Untuk yang perlu pengingat apa itu dividen, silahkan baca blog saya sebelumnya tentang dividen. Ini link-nya

Di grafik di atassaya lacak dividen ketiga bank ini dari tahun 2010. Saya cantumkan dividen yang dibagikan ke pemegang saham sebagai garis tebal dengan symbol tebal. Saya juga cantumkan garis tipis yang menandakan laba per sahamnya di tahun yang sama. Di garis dividen, saya cantumkan dua angka untuk tiap titik. Angka yang di atas adalah jumlah dividen per saham dalam Rupiah, kemudian angka di bawahnya adalah prosentase dividen dari laba per sahamnya yang di bagikan. 

Sekarang mari kita lihat satu persatu.  

Dari tahun 2014, BTPN hanya membagikan dividen sebanyak 2 kali, yaitu di tahun 2016 dan 2017. Jumlahnya masing – masing 100 Rupiah. 

Untuk BNGA atau CIMB-Niaga, dari tahun 2010, dia hanya membagikan dividen sebanyak 3 kali, yaitu di tahun 2017, 2018, dan 2019; yaitu, Rp 23and di tahun 2017, Rp 27an di tahun 2018 dan Rp 55an di tahun 2019. Untuk tahun 2020, karena labanya turun drastis, setidaknya sampai kuartal ketiga, kemungkinan besar tahun 2020 tidak ada pembagian dividen. Sebagai pengingat, dividen tahun 2020, dibagikan di tahun 2021.

Kemudian lanjut ke NISP. Selama 10 tahun ini, NISP tidak pernah membagikan dividen. 

Jadi, singkatnya, ketiga bank ini pelit dividen.

P/E Rasio tiap kuartal (2019 – 2020)
Sekarang mari kita lihat dan bandingkan, perusahaan mana yang cukup murah, Price to Earning Rasio atau Rasio Harga Saham dibandingkan dengan Laba-nya. Mengacu pada grafik, garis merah itu kalau perusahaannya tidak ada laba dan garis hijau itu kalau PE rasionya pas di angka 10. idealnya P/E nya itu berada di antara garis horisontal hijau dan merah. Kalau grafik ada di atas garis hijau,artinya perusahaan kemahalan, setidaknya menurut saya. Dan kalau grafik ada di bawah garis merah, artinya perusahaan sedang merugi. 

Untuk yang perlu pengingat apa itu PE rasio, silahkan membaca posting saya sebelomnya tentang P/E. Ini link-nya.

Kalau dilihat P/E per kuartalnya, menurut laporan keuangan kuartal ketiga tahun 2020, sepertinya ketiga perusahaan masih ada di dalam jangkauan saya. Sampai dengan kuartal ketiga tahun 2019, PE rasio BTPN ada di atas 10. Lalu, mulai kuartal pertama tahun ini PE rasionya turun sampai dengan di bawah 10. 

Untuk BNGA atau CIMB-Niaga, sejauh ini naik turun, tapi masih di bawah 10. Kuartal ketiga PE rasionya masih di kisaran 7.

Untuk OCBC-NISP, PE rasionya lumayan stabil, tahun lalu dan tahun ini ada di kisaran 6 sampai dengan 8, yang artinya di bawah 10. Tahun ini PE rasionya sedikit lebih rendah daripada tahun 2019. Menurut laporan keuangan kuartal ketiga 2020, PE rasionya ada di kisaran 6.

Jadi singkatnya, ketiga Bank ini, setidaknya menurut laporan keuangan kuartal ketiga tahun 2020, PE rasionya masih di bawah 10.

Zona Harga Nyaman
Dari ketiga saham Bank yang kita bahas kali ini, NISP berada di harga yang nyaman saya beli. Harga yang tercantum adalah pergerakan harga yang sebenarnya. Berbeda dengan grafik di slide sebelumnya yang harganya berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga 2020.

Di grafik di atas, saya plot pergerakan harga saham BTPN, BNGA, dan NISP dari bulan September 2020. Garis putus – putus merah adalah harga pada saat PE rasionya tepat 10, berdasarkan laba kuartal ketiga tahun 2020. Kalau garis di grafik melampaui garis putus – putus merah, artinya harga saham perusahaan sudah melampaui PE rasio 10 berdasarkan laba kuartal ketiga tahun 2020.

Per tanggal 24 Desember 2020, pada saat pasar ditutup sebelum libur natal, harga BTPN adalah Rp 3120, sedangkan yang nyaman bagi saya berdasarkan PE rasionya adalah maksimal Rp 2520 per saham. Sukurnya di awal November kemarin saya beli BTPN di Rp 2260, yang masih di zona nyaman saya. 

Lanjut ke BNGA dan NISP, Per tanggal 24 Desember 2020, pada saat pasar ditutup sebelum libur natal,
Harga BNGA atau CIMB-Niaga adalah Rp 1005, sedangkan yang nyaman bagi saya berdasarkan PE rasionya adalah maksimal Rp 997 per saham. Tipis sekali. 
Harga NISP adalah Rp 825, harga ini berada di dalam zona nyaman saya. Karena masih di bawah harga maksimal, yaitu Rp 1131.

Kesimpulan

Ketiga Bank ini, BTPN, BNGA, dan NISP pergerakan labanya lumayan stabil, dan cenderung meningkat, tapi sayangnya BTPN sedang kemalahan, BNGA masih boleh lah. Terus, sayangnya ketiga pelit dividen. Jadi gak cocok untuk investor yang cari dividen.

Sekian posting saya kali ini, semoga bermanfaat. Terima kasih banyak sudah membaca, ikutin terus perjalanan saya untuk belajar investasi, ya. Sampai ketemu di posting selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Bedah Portfolio Saham 1

Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini saya akan melakukan bagi portfolio saya. Tujuannya: Sebagai dokumentasi perjalanan saya berinvestasi Agar, mengumpulkan saran2 dan tips-tips dari master-master investor di kebetulan membaca blog ini. Ini saya jujur2an, saya berharap semoga nanti portfolio ini terus berkembang. Versi video dari blog ini, "Bedah Portfolio Saham 1 (Bonus Perbandingan dengan Reksadana Index)" bisa diakses di YouTube: https://youtu.be/hUN85QmkF3A Portfolio  Jadi, singkat cerita, di atas ini penampakan portfolio saya, sampai dengan 19 November 2020, yaitu saat blog ini disiapkan. Portfolio vs Biaya Saya plot di grafik di bawah: Garis merah dan tebal itu adalah portfolio saya Garis biru adalah biaya yang saya keluarkan. Jadi kalo portfolio saya diatas garis biru, berarti saya masih untung, kalo dibawah, saya rugi. Kalo dilihat di awal-awal saya beli saham, nilai portfolio saya di bawah biaya. Tapi karena saya belinya,

Kupas Saham - Saham ASTRA: ASII, AUTO, ASGR, & AALI

Halo semuanya, kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing.  Hari ini saya bahas beberapa saham di Bursa Efek Indonesia yang ada kata ”Astra” nya. Saham saham itu antara lain: Astra International (ASII),  Astra Otoparts (AUTO),  Astra Graphia (ASGR),  Astra Agro Lestari  (AALI) Dari analisa sederhana saya, saya ketemu: Keempat perusahaan ini tidak pernah merugi, di 10 tahun belakangan.  3 dari empat perusahaan ini, lumayan tahan krisis.  Saat krisis, sepertinya pasar tetap melakukan pembelian kendaraan, akan tetapi menunda servis dan pembelian suku cadang.  ASII sepertinya patut saya pertimbangkan untuk dibeli. Bagaimana saya bisa sampai ke kesimpulan ini, simak analisa saya lebih lanjut. Ohya, jangan lupa subscribe dan like ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini.  Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date:  https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube mela

Kenapa SRIL Pelit Dividen?

Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini kita akan membahas, kenapa SRIL pelit dividen? Posting kali ini terinspirasi dari seri video 100 ribu saya sebelumnya, ini link-nya . Di posting itu saya ketemu walau laba SRIL cenderung terus meningkat, tapi dividen-nya segitu2 saja, malah cenderung makin kecil. Di posting kali ini saya telusuri dan plot angka – angka di laporan finansial SRIL dari tahun 2015 sampai dengan 2019 untuk menemukan, kenapa SRIL pelit dividen? Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date:  https://t.me/MommyBellugaInvesting    Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube melalui link ini:  https://youtu.be/jPSryA_8lUw Gambaran Umum SRIL adalah kode saham PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih populer dikenal sebagai Sritex. Sritex bergerak di adalah perusahaan tekstil dari hulu ke hilir. Lini usahanya mulai dari Pemintalan (Spinning), Penenunan (Weaving), Finishing, dan Garment. Perusahaan ini