Kupas Saham Perusahaan Rokok: HMSP, GGRM, WIIM, RMBA
Halo semuanya, kembali lagi Bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing
Posting kali ini di inspirasi dari berita tentang rencana kenaikan cukai rokok sebesar 12.5%.
Berita itu membuat saya tertarik untuk tahu mengenai kinerja perusahan rokok di Indonesia. Supaya tahu, saya baca laporan keuangan 10 tahun belakangan ini dari 4 perusahaan rokok. Perusahan itu adalah:
HMSP atau PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.
GGRM atau PT Gudang Garam Tbk.
WIIM atau PT Wismilak Inti Makmur Tbk., dan
RMBA atau PT Bentoel Internasional Investama Tbk.
Dari hasil penelusuran, saya bisa simpulkan kalau, dua dari perusahaan rokok ini, HMSP & GGRM, bisa memberikan penghasilan yang stabil dalam bentuk dividen, bahkan lebih tinggi daripada deposito. Yaitu dividen per tahunnya masing – masing sekitar 8 dan 6 persen-an.
Wajar kalau investor was was atas berita kenaikan cukai rokok yang kemungkinan menekan laba perusahaan dan pada akhirnya juga menekan dividen.
Sedangkan dua yang lainnya, RMBA & WIIM, kinerjanya tidak sekuat HMSP & GGRM.
Untuk saya sendiri, walaupun dividen yield-nya besar, saya gak ada rencana untuk memiliki saham HMSP ataupun GGRM karena selain saham-nya di atas batas harga nyaman saya, merokok juga tidak baik untuk kesehatan.
Untuk melihat kenapa saya sampai di kesimpulan seperti itu, simak terus analisa saya. Jangan lupa subscribe ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini.
Okay, kita mulai dari profil singkat Sampoerna. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk atau HMSP berdiri di tahun 1913. Di tahun 1990, perusahaan ini memasuki bursa saham. Lalu, pada tahun 2005, diakuisisi oleh PT Philip Morris Indonesia (PMID), setelah sebelumnya dipegang selama tiga generasi keluarga Sampoerna.
HMSP memproduksi dan mendistribusikan Sampoerna A, Sampoerna Hijau, Sampoerna Umild, dan Dji Sam Soe. Selain itu, HMSP juga memasarkan Marlboro, yang merupakan rokok produksi dari PT Philip Morris Indonesia (PMID).
Profil Singkat GGRM (PT Gudang Garam Tbk.)
PT Gudang Garam Tbk atau kode sahamnya GGRM berdiri di tahun 1958 di kota Kediri, Jawa Timur. Pendirinya adalah Surya Wonowidjojo. Pada tahun 1990, di tahun yang sama dengan Sampoerna, Gudang Garam memasuki bursa saham. Per laporan keuangan tahun 2019, 69,29 % sahamnya dimiliki oleh PT Suryaduta investama.
Produk GGRM lumayan bervariasi, beberapa produknya dapat kita lihat di gambar di atas. Produk – produknya ada yang bisa digolongkan ke dalam kelas sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin, dan rendah tar nikotin.
Profil Singkat WIIM (PT Wismilak Inti Makmur Tbk.)
Sekarang wismilak. PT Wismilak Inti Makmur Tbk atau WIIM berdiri di tahun 1962 di Surabaya. Pada tahun 2012, Wismilak memasuki bursa saham. Menurut laporan keuangan tahun 2019, pemegang saham tertinggi adalah perorangan dengan jumlah 16,14% oleh Indahtati Widjajati, yaitu Komisaris dari PT Wismilak Inti Makmur Tbk.
Produk Wismilak lumayan bervariasi, ada yang bisa digolongkan ke dalam segmen rokok, Filter dan Oriented Polypropylene, Sigaret Kretek Tangan (SKT), dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Produk – produknya dapat kita lihat seperti di layar.
Profil Singkat (PT Bentoel Internasional Investama Tbk.)
Nah, terakhir, Bentoel atau RMBA. PT Bentoel Internasional Investama Tbk atau RMBA berdiri di tahun 1930 di Surabaya. Pada tahun 1990, di tahun yang sama dengan Sampoerna dan Gudang Garam, Bentoel memasuki bursa saham. Tahun 2009, Bentoel diakuisisi oleh British American Tobacco. Per laporan keuangan tahun 2019, 92,48% sahamnya dimiliki oleh British American Tobacco.
Produk Bentoel lumayan bervariasi, ada yang bisa digolongkan ke dalam segmen Rokok Kretek Tangan, Rokok Kretek Mesin, dan Rokok Putih Mesin. Produknya seperti yang kita lihat di layar, yaitu berbagai variant Dunhill dan Lucky Strike.
EPS 2010 - 2019
Ok kita mulai dari laba per saham perusahaan masing-masing yah, atau earning per share.
Di grafik di samping saya plot EPS dari masing-masing perusahaan selama 10 tahun terakhir. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019. Laporan tahunan-nya untuk tahun 2020 belum terbit saat video ini disiapkan, yaitu di tanggal 2 Januari 2021. Kita kembali ke grafik di layar. Paling atas kiri adalah HMSP atau Sampoerna, di kanan-nya adalah GGRM atau Gudang Garam. Di kiri bawah adalah WIIM atau Wismilak, sedangkan di kanan bawah adalah RMBA atau Bentoel.
Di tiap grafik, EPS di plot sebagai noktah2 yang dihubungkan dengan garis tebal. Saya juga beri garis hijau putus-putus untuk menandakan level nol, agar mudah melihat apakah perusahaannya sedang untung atau rugi.
Kita mulai dari HMSP atau Sampoerna, di kiri atas, dengan garis merah. Kita lihat 10 tahun terakhir laba per saham-nya terus meningkat. Menurut laporan tahunannya untuk tahun 2019, laba per saham-nya sudah hampir mencapai Rp 120, yaitu 2 kali lipat dari laba per saham-nya di tahun 2010.
Lanjut ke GGRM atau Gudang Garam. Kalau dilihat dari peningkatan laba per saham-nya, kinerja Gudang Garam kelihatan sedikit lebih baik daripada Sampoerna. Laba per saham-nya di tahun 2019, meningkat melampaui 2 kali lipat daripada laba per saham-nya di tahun 2010. Dari Rp 2000an di tahun 2010, kemudian mendekati Rp 6000 di tahun 2019. Ada peningkatan pesat di tahun 2018 ke tahun 2019 juga.
Lain halnya dengan WIIM atau Wismilak dan RMBA atau Bentoel. Wismilak mengalami penurunan secara cukup teratur selama periode 9 tahun ini. Di tahun 2010, laba per sahamnya berada di sekitar Rp 90, sedangkan di tahun 2019, laba per sahamnya berada di kisaran belasan rupiah.
Sedangkan untuk RMBA atau Bentoel, laba per sahamnya sempat mengalami penurunan drastis mulai dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014, sampai pada titik minus atau rugi Rp 300an. Seperti kita ketahui, RMBA atau Bentoel diakuisisi oleh British American Tobacco di Tahun 2009. Tahun 2014 sepertinya menjadi titik balik dari RMBA, laba per sahamnya naik secara perlahan dari tahun 2015 ke 2019. Sampai dengan mencatatkan laba di kisaran Rp 1an di tahun 2019. Ini angka laba per saham positif sejak 2012. Walau demikian, angka ini masih lebih rendah daripada laba per saham positif terakhirnya di tahun 2011, yaitu di kisaran Rp 40an, hampir mendekati Rp 50.
Sekarang mari kita lihat apa efek pandemi terhadap laba perusahaan rokok?
EPS-kuartal 2019 - 2020
Ok untuk melihat efek pandemic, di grafik ini saya plot lagi empat laba per-saham tiap kuartal dari keempat perushaan ini. Laba per saham di plot sebagai noktah tebal dismbungkan dengan. Mirip dengan sebelumnya, saya juga taruh garis hijau putus-putus untuk menandakan batas untung dan rugi.
Secara cepat, saya ingin bawa teman-teman ke grafik di pojok kiri bawah. Yaitu laba per saham WIIM di 7 kuartal terakhir, yang meningkat secara konsisten. Secara cocoklogi, ini seperti menandakankalau sedang krisis, orang Beli rokok wismilak. Tapi ini cocoklogi aja yah. Ada banyak hal yang bisa meningkatkan laba dan bukan cuman jumlah penjualan rokok. Selain penjualan, laba juga di pengaruhi oleh biaya-biaya. Ada kemungkinan juga WIIM mampu meningkatkan efisiensi nya selama 7 kuartal kemarin.
Kemudian HMSP dan GGRM di dua grafik atas kiri dan kanan. Keduanya masih menghasilkan laba di situasi pandemi. Laba per saham HMSP mengalami penurunan drastis di kuartal kedua tahun 2020, lalu naik sedikit di kuartal ketiga. Dampak pandemi terlihat cukup jelas kalau dibandingkan dengan laba per saham kuartal di tahun sebelumnya, tahun 2019 yang cukup stabil. Untuk GGRM, penurunan drastis terlihat di kuartal 1 dan 2, 2020. Lalu meningkat sedikit di kuartal 3.
Dari ke empat perusahaan rokok yang kita bahas kali ini, hanya Bentoel (RMBA) yang mengalami kerugian di tahun 2020. Disamping itu, kerugiannya meningkat menuju akhir 2020. Rugi di kuartal ketiganya lebih banyak daripada di dua kuartal sebelumnya. Angka ini cukup mengecewakan, karena tahun 2019, tahun sebelumnya adalah tahun pertama Bentoel untung lagi setelah mengalami kerugian selama 7 tahun terakhir, sejak tahun 2012.
Sekarang mari kita lihat berapa bagian keuntungan ini yang di bagikan ke pemegang saham
Dividen 2014-2019
Ok, ini biasanya yang kita tunggu-tunggu. Berapa dividen yang dibagikan ke pemilik saham.
Di grafik di atas, saya plot dividen dari keempat perusahaan rokok ini sebagai noktah tebal yang dihubungkan dengan garis tebal. Di tiap noktah saya kasi dua angka. Angka yang diatas adalah besar dividen dalam Rupiah penuh. Kemudian angka yang dibawah adalah prosentase dari laba yang dibagikan sebagai dividen. Saya juga plot laba per sahamnya sebagai garis tipis.
Kita bisa lihat, HMSP di pojok kanan atas selalu setia mebagikan dividen. Dan tampaknya selama 5 tahun terakhir, hampi seluruh labanya dibagikan ke pemegang saham. Dan juga, besarannya juga lumayan menggiurkan, yaitu hampir 8% dari harga sahamnya. Angka ini lebih tinggi dari bunga deposito yang biasa saya terima dari bank yah, di angka sekitar 5%an. Di lain pihak, saya rada was-was yah kalau melihat perusahaan membagikan dividen terlalu tinggi, apalagi hampir seluruh laba. Saya khawatir perusahaan tidak akan punya cukup bantalan untuk melewati krisis dan tidak ada selera untuk ekspansi lagi.
Kemudian Gudang Garam di pojok kanan atas, juga tidak kalah menggiurkan. Kasarnya, angka dividen per tahun-nya ada di sekitar 6.3% dari harga per saham-nya. Ini sebanding dengan bunga deposito. GGRM rajin sekali membagikan dividen, kecuali untuk laba 2019. Saya tidak tahun detail pertimbangannya kenapa. Dari risalah RUPS pada tanggal 28 Agustus 2020, tampaknya hampir seluruhnya, atau setidaknya sebagian besar pemegang saham setuju untuk persero tidak membagikan dividen. Kalo cocoklogi, kemungkinan GGRM sadar dimana perusahaan perlu cadangan cash lebih untuk melewati masa pandemi. Kalau pertimbangannya seperti ini, saya rasa lumayan cukup bijak menurut saya.
Wismilak, di pojok kiri bawah saya rasa juga lumayan bijak dalam hal pembagian dividen, yaitu berkisar antara 10-30 persen dari laba.
Kemudian Bentoel (RMBA), saya rasa juga masuk akal tidak membagikan dividen. Ini karena perusahaan lebih sering merugi untuk 10 tahun terakhir.
Selanjutnya mari kita lihat yang mana dari perusahaan ini yang masuk akal untuk dimiliki.
PE Rasio Kuartal 2019 - 2020
Disini saya taruh grafik dari Price to Earning Ratio atau PE. PE nya sendiri saya plot sebagai noktah-noktah yang di hubungkan dengan garis tebal. Kemudian ada juga garis hijau putus-putus horizontal, serta garis merah putus-putus horizontal. Daerah antara kedua garis horizontal itu menandakan dimana PE nya masuk akal bagi saya.
Sekilas, saham-saham yang masuk akal sepertinya Gudang Garam (GGRM) di pojok kanan atas dengan garis merah, dan Wismilak (WIIM) di pojok kiri bawah.
GGRM yang grafiknya di pojok kanan atas, berwarna boru muda, memiliki PE yang mendekati 10, sedangkan WIIM secara nyaman berada di bawah 10 selama 3 kuartal tahun 2020. HMSP di atas 10 selama 7 kuartal terakhir, dan Bentoel (RMBA) menukik naik lalu kemudian turun di luar PE nyaman saya.
Jadi, sepertinya GGRM atau WIIM lumayan nyaman untuk dimiliki. Setidaknya kalau juga dilihat dari kinerja menghasilkan laba dan per lembar sahamnya.
Harga Wajar (menurut saya)
Di grafik di layar kita mulai dari zona nyaman saya untuk HMSP. Grafiknya ada di kiri atas, berwarna merah. Untuk HMSP, harga di zona nyaman adalah di bawah Rp 786 per saham. Sedangkan harga per tanggal 30 Desember 2020, saat BEI ditutup di akhir tahun 2020 adalah Rp 1500an. Dari sini artinya, harganya sudah berada di luar zona nyaman saya. Tapi kalau dilihat dari segi dividen yang dibagikan per tahun yaitu di sekitar 8.3% dari harganya, HMSP cukup menjanjikan. Tapi untuk jangka panjang, saya ragu2 untuk HMSP karena tiap tahun-nya hampir seluruh laba yang didapat dibagi sebagai dividen, jadi sepertinya tidak ada selera untuk ekspansi.
Untuk GGRM, yang grafiknya di kanan atas, berwarna biru, harga di zona nyaman adalah di bawah Rp 39 ribuan per saham. Sedangkan harga per tanggal 30 Desember 2020, saat BEI ditutup di akhir tahun 2020 adalah Rp 41 ribuan. Angkanya jauh di atas zona nyaman saya dan jauh di anggaran saya. Karena kalau dihitung – hitung, harga per lot-nya ada di kisaran 4jutaan. Tapi kalau dibandingkan HMSP, GGRM mungkin lebih menjanjikan. Karena kalau dilihat dari kehati – hatiannya salam mengelola laba, perusahaan-nya kelihatan lebih hati – hati dan kemungkinan ada selera juga untuk ekspansi.
Kita lanjut ke WIIM yang grafiknya di kiri bawah, harga di zona nyaman adalah di bawah Rp 690 per saham. Harga per tanggal 30 Desember 2020, saat BEI ditutup di akhir tahun 2020 adalah Rp 540 per saham. Jadi harga-nya berada di zona nyaman saya. Tapi kalau dilihat dari segi kinerja dalam hal laba, WIIM masih kalah dibandingkan HMSP dan GGRM.
Untuk RMBA atau Bentoel, yang grafiknya ada di kanan bawah, saya tidak bisa mencari harga nyaman-nya karena sejauh data yang saya punya, sampai kuartal ketiga 2020 dia masih merugi.
Kesimpulannya
HMSP & GGRM, bisa memberikan penghasilan yang stabil dalam bentuk dividen, bahkan lebih tinggi daripada deposito. Yaitu masing – masing sekitar 8 dan 6 persen-an. Cocok untuk investor pencari penghasilan pasif dari dividen. Wajar juga kalau investor was was atas berita kenaikan cukai rokok yang kemungkinan menekan laba perusahaan dan pada akhirnya juga menekan dividen.
Sayangnya, harga saham kedua perusahaan ini jauh di atas zona nyaman saya.
Dari segi kehati – hatian dalam mengelola laba, tampaknya GGRM lebih menjanjikan daripada HMSP.
WIIM harganya di dalam zona nyaman saya, tapi sayangnya laba-nya konsisten menurun di 10 tahun belakangan ini.
RMBA kinerjanya tidak sebaik tiga perusahaan rokok lainnya, HMSP, GGRM, & WIIM.
Untuk saya sendiri, walau dividen HMSP dan GGRM menggiurkan, saya belum ada rencana untuk memiliki-nya. Harganya kemahalan untuk zona nyaman dan kemampuan anggaran belanja saham saya. Disamping itu, merokok tidak baik untuk kesehatan. Jadi saya belum mau masuk ke industry ini.
Sekian analisa singkat keempat perusahaan rokok ini. Semoga bermanfaat, dan sampai ketemu di posting selanjutnya. Jangan lupa subscribe, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini.
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini saya akan melakukan bagi portfolio saya. Tujuannya: Sebagai dokumentasi perjalanan saya berinvestasi Agar, mengumpulkan saran2 dan tips-tips dari master-master investor di kebetulan membaca blog ini. Ini saya jujur2an, saya berharap semoga nanti portfolio ini terus berkembang. Versi video dari blog ini, "Bedah Portfolio Saham 1 (Bonus Perbandingan dengan Reksadana Index)" bisa diakses di YouTube: https://youtu.be/hUN85QmkF3A Portfolio Jadi, singkat cerita, di atas ini penampakan portfolio saya, sampai dengan 19 November 2020, yaitu saat blog ini disiapkan. Portfolio vs Biaya Saya plot di grafik di bawah: Garis merah dan tebal itu adalah portfolio saya Garis biru adalah biaya yang saya keluarkan. Jadi kalo portfolio saya diatas garis biru, berarti saya masih untung, kalo dibawah, saya rugi. Kalo dilihat di awal-awal saya beli saham, nilai portfolio saya di bawah biaya. Tapi karena saya belinya,
Halo semuanya, kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing. Hari ini saya bahas beberapa saham di Bursa Efek Indonesia yang ada kata ”Astra” nya. Saham saham itu antara lain: Astra International (ASII), Astra Otoparts (AUTO), Astra Graphia (ASGR), Astra Agro Lestari (AALI) Dari analisa sederhana saya, saya ketemu: Keempat perusahaan ini tidak pernah merugi, di 10 tahun belakangan. 3 dari empat perusahaan ini, lumayan tahan krisis. Saat krisis, sepertinya pasar tetap melakukan pembelian kendaraan, akan tetapi menunda servis dan pembelian suku cadang. ASII sepertinya patut saya pertimbangkan untuk dibeli. Bagaimana saya bisa sampai ke kesimpulan ini, simak analisa saya lebih lanjut. Ohya, jangan lupa subscribe dan like ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini. Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube mela
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini kita akan membahas, kenapa SRIL pelit dividen? Posting kali ini terinspirasi dari seri video 100 ribu saya sebelumnya, ini link-nya . Di posting itu saya ketemu walau laba SRIL cenderung terus meningkat, tapi dividen-nya segitu2 saja, malah cenderung makin kecil. Di posting kali ini saya telusuri dan plot angka – angka di laporan finansial SRIL dari tahun 2015 sampai dengan 2019 untuk menemukan, kenapa SRIL pelit dividen? Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube melalui link ini: https://youtu.be/jPSryA_8lUw Gambaran Umum SRIL adalah kode saham PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih populer dikenal sebagai Sritex. Sritex bergerak di adalah perusahaan tekstil dari hulu ke hilir. Lini usahanya mulai dari Pemintalan (Spinning), Penenunan (Weaving), Finishing, dan Garment. Perusahaan ini
Comments
Post a Comment