Saham yang Gak Beratin Kantong Seri Rp 100-200 Ribu: MNCN & TSPC
Halo semuanya, Kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga investing. Hari ini saya akan kembali membahas lanjutan seri video harga saham nyaman di kantong untuk harga Rp 100-200 Ribu per lot nya. Ada lima perusahaan yang masuk saringan ini, tiga perusahaan, ASRM, BJBR dan EKAD, sudah saya bahas di posting sebelumnya.
Kali ini, saya akan bahas:
PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN)
PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC)
Secara ringkas, kedua perusahaan ini sepertinya patut dipertimbankan. Karena, selama 10 tahun terakhir tidak pernah merugi. Kemudian sepertinya lumayan tahan pandemi. Akan tetapi saya sedikit ragu dengan MNCN, sepertinya ada sedikit masalah dengan perusahaan induknya.
Bagaimana saya sampai ke kesimpulan tersebut? Ikuti terus analisis saya sampai akhir.
Ohya, jangan lupa subscribe dan like ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini.
Kita mulai dari MNCN. PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) saya rasa tidak asing lagi bagi kita semua. Setidaknya angkatan saya ya, yang tumbuh besar Bersama RCTI. RCTI di akusisi oleh MNCN tahun 2004. Akusisi ini setelah MNCN mengakusisi 70% saham GlobalTV tahun 2001.
Dari segi kepemilikan, 65 % sahamnya dipegang oleh PT Global Mediacom Tbk, dan 34.93 % beredar di masyarakat. Yang sedikit menarik disini, induk MNCN yaitu PT Global Mediacom Tbk, juga terdaftar di bursa saham dengan kode BMTR.
BMTR sempat lumayan ramai masuk di berita karena tahun lalu permohonan pailitnya ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat di bulan September 2020.
Profil TSPC
Okay, sekarang lanjut ke TSPC atau Tempo scan. Tempo scan bergerak di bidang usaha farmasi berskala besar dari 1970. Tempo scan juga merupakan anak usaha Tempo yang telah bergerak di usaha farmasi dari 1953.
Produk produk yang lumayan terkenal dari Tempo scan, antara lain Bodrex, Bodrexin dan Hemaviton.
Jaringan usaha TSPC lumayan cukup luas, dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Dalam laporan keuangan 2019, pemilik saham terbesar TSPC adalah PT Bogamulia Nagadi sebesar 80.44%. Sisanya sebesar 19.56 % beredar di miliki masyarakat umum.
Nah, sekian sekilas profil perusahaan, sekarang mari kita lihat kinerja kedua perusahaan ini.
Kita lanjut melihat angka – angka kinerja MNCN & TSPC lebih dalam. Kita akan lihat EPS atau Earning per Share, PE Ratio atau Price to Earning Rasio, dan Dividen-nya. Saya juga akan bagi, berapa harga nyaman dari perusahaan – perusahaan ini versi saya.
EPS MNCN & TSPC 2010-2019
Ok mari kita lihat kinerja perusahaan selama 10 tahun terakhir lewat laba per sahamnya atau Earning Per share, di singkat EPS. Untuk yang perlu pengingat apa itu EPS, silakan lihat video dan blog saya tentang EPS.
Ok kita kembali ke grafik, di dalam grafik saya plot laba per saham dari masing masing perusaan sebagai noktah tebal yang dihubungkan dengan garis tebal. Secara keseluruhan, kita lihat kedua perusahaan tidak pernah merugi selama 10 tahun terakhir.
Untuk MNCN, kita lihat laba per saham nya cenderung meningkat selama 10 tahun terakhir. Sempat turun di 2015, tapi setelah itu meningkat kembali sampai 2019.
Untuk TSPC, laba per saham nya cenderung mendatar. Sempat meningkat sampai tahun 2013, kemudian turun di 2014. Lalu kemudian lumayan mendatar sampai dengan tahun 2019.
Jadi selama 10 tahun terakhir, kedua perusahaan punya operasi yang saya rasa lumayan solid yah.
Pertanyaan selanjutnya, apa dampak krisis terhadap kinerja perusahaan ini?
Laba Per Saham Kuartal (EPS) 2019-2020
Untuk melihat apa efek krisis terhadap kedua perusahaan ini, terutama masa pandemi di 2020, disini saya plot laba per saham segmen per segmen kuartal. Dimana, noktah-noktah di grafik mencerminkan laba per saham selama tiga bulan.
Catatan sedikit ya, nilai EPS disini sedikit berbeda dengan yang dilaporkan di laporan kuangan, kecuali untuk kuartal pertamanya. Untuk kuartal selanjutnya, adalah selisih dengan kuartal sebelumnya. Alasannya saya plot seperti itu adalah, laporan keuangan melaporkan dengan format, 3 bulan pertama untuk kuartal pertama, 6 bulan untuk kuartal kedua, dan sembilan bulan untuk kuartal ketiga. Sedangkan, saya tertarik melihat laba di dalam rentang satu kuartal saja. Jadi saya ambil selisihnya di tiap – tiap kuartal.
Secara sekilas, dampak pandemi ke kedua perusahaan sepertinya tidak banyak. Keduanya masih mencatat laba. Jadi saya rasa mereka cukup solid.
Secara spesifik, laba MNCN lumayan datar selama 7 kuartal terakhir. Ada sedikit penurunan di kuartal pertama 2020, tapi akhirnya naik kembali di kuartal kedua 2020.
Kemudian TSPC juga tidak ada kerugian di tahun 2020. Labanya sempat meningkat di kuartal pertama 2020, lebih tinggi dari kuartal pertama 2019. Laba di kuartal kedua 2020, turun lebih dari setengah laba kuartal pertama. Tetapi penurunan ini masih mirip dengan penurunan di antara kuartal satu ke kuartal kedua 2019. Jadi sepertinya masih dalam batas-batas wajar.
Kita telah lihat bagaimana kinerja kedua perusahaan ini, selanjutnya mari kita lihat seberapa banyak laba perusahaannya dibagikan kepada pemegang saham?
Dividen MNCN & TSPC 2014 - 2019
Ok sekarang kita lihat serapa banyak bagian laba perusahaan yang dibagikan ke pemegang saham, yaitu dividen. Untuk teman-teman yang perlu penjelasan apa itu dividen, saya cantumkan link video dan blog saya tentang dividen.
Ok sekarang mari kita lihat seberapa banyak bagian laba perusahaan yang dibagikan ke pemegang saham sebagai dividen. Kalo ada yang perlu penjelasan singkat tentang apa itu dividen, di deskripsi saya cantumkan link ke penjelasan apa itu dividen dalam bentuk video atau blog.
Jadi di grafik ini saya plot dividen dari masing-masing perusahaan sebagai noktah-noktah tebal, yang dihubungkan dengan garis tebal. Sebagai pembanding, saya juga plot laba per saham nya sebagai garis tipis.
Secara sekilas, kelihatannya dividen yang dibagikan lumayan wajar menurut saya. Kedua perusahaan tidak ada yang membagikan dividen diatas laba nya. Kemudian prosentasi laba yang dibagikan atau payo-out ratio tidak terlalu tinggi yaitu masih dibawah 60%.
Secara spesifik, MNCN membagikan antara 12-50 % labanya sebagai dividen. Walaupun labanya kesininya makin meningkat, prosentase yang dibagikan sebagai dividen semakin kecil. Sampai akhirnya tidak membagikan dividen untuk laba 2019. Dari berita market.bisnis.com, MNCN tidak membagikan dividen untuk memperkuat modal, dan juga untuk mengurangi jumlah hutang.
Kemudian TSPC, membagikan dividen antara 33 sampai 52% dari laba per saham selama 5 tahun terakhir. Saya rasa, ini cukup wajar, karena tidak terlalu memeras perusahaan.
Pertanyaan selanjutnya, apakah saya ada prospek untuk memiliki perusahaan ini?
PE Rasio Kuartal 2019 - 2020
Ok untuk melihat apakah perusahaannya cukup murah untuk saya beli, saya pakai Price to Earning Ratio, singkatnya PE. Di timeline saya sering disebut PER. Kalo teman-temen perlu perlu refresher tentang PE, silakan klik link ke video dan blog saya.
Di grafik ini saya plot PE selama 8 kuartal terakhir. Angka PE nya saya plot sebagai noktah-noktah tebal yang dihubungkan dengan garis tebal. Kemudian saya juga kasi garis hijau dan merah putus putus untuk menandakan PE 10 dan PE nol. Saya rasa perusahaan cukup ada prospek untuk saya beli kalau PE nya diantara kedua garis tersebut.
Secara sekilas, kedua perusahaan ini sampai kuartal ketiga 2020 cukup memenuhi kriteria tersebut yah.
Lebih detailnya, MNCN selama 8 kuartal terakhir berada di kedua batas itu. Makin turun dari kuartal pertama sampai kuartal ketiga 2020, ke angka sekitar 5. Jadi semakin menarik.
Kemudian, TSPC, sebelum 2020, PE nya bolak-balik di angka 10. Tapi turun sekali ke angka 4 sebelum naik kembali mendekati 10.
Jadi sampai disini dari segi PE kedua perusahaan masih cukup menarik.
Zona Harga Nyaman
Kemudian sebarapa harga nyaman saya untuk masuk seandainya saya ada dana?
Di layar saya plot harga saham dari September 2020 sampai dengan Januari 2021. Saya plot sebagai garis tebal. Dan garis merah putus-putus adalah batas atas harga nyaman saya.
Untuk MNCN, batas atas harga nyaman saya adalah 1467 rupiah. Per Jumat, tanggal 15 Januari 2021, pada saat video ini disiapkan, Harga MNCN berada di kisaran Rp 1200an per lembar saham. Masih di dalam zona nyaman saya.
Untuk TSPC, batas atas harga nyaman saya di 1466 rupiah. Dan sepertinya di akhir 2020, batas itu sudah 2 kali jebol. Per Jumat, tanggal 15 Januari 2021, pada saat video ini disiapkan, Harga TSPC berada di kisaran Rp 1700an per lembar saham. Sudah di atas zona nyaman saya.
Kesimpulan
Ok dari analisis kinerja perusahaan dan bagaimana pendapat pasar, saya rasa kedua perusahaan cukup menarik.
Dari segi kemampuan mencetak laba, kedua perusahaan tidak ada yang merugi selama 10 tahun terakhir.
Kemudian laba yang dibagikan ke pemegang saham sepertinya cukup masuk akal, tidak memeras perusahaan.
Dari segi valuasi, PE nya masih di area nyaman saya. Jadi nilai tambah.
MNCN harganya masih di dalam zona nyaman saya, sedangkan TSPC sudah di luar zona nyaman saya.
Sekian dulu posting saya hari ini, somoga bisa bermanfaat, sampai ketemu lagi di posting selanjutnya. Jangan lupa subscribe dan like, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini.
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini saya akan melakukan bagi portfolio saya. Tujuannya: Sebagai dokumentasi perjalanan saya berinvestasi Agar, mengumpulkan saran2 dan tips-tips dari master-master investor di kebetulan membaca blog ini. Ini saya jujur2an, saya berharap semoga nanti portfolio ini terus berkembang. Versi video dari blog ini, "Bedah Portfolio Saham 1 (Bonus Perbandingan dengan Reksadana Index)" bisa diakses di YouTube: https://youtu.be/hUN85QmkF3A Portfolio Jadi, singkat cerita, di atas ini penampakan portfolio saya, sampai dengan 19 November 2020, yaitu saat blog ini disiapkan. Portfolio vs Biaya Saya plot di grafik di bawah: Garis merah dan tebal itu adalah portfolio saya Garis biru adalah biaya yang saya keluarkan. Jadi kalo portfolio saya diatas garis biru, berarti saya masih untung, kalo dibawah, saya rugi. Kalo dilihat di awal-awal saya beli saham, nilai portfolio saya di bawah biaya. Tapi karena saya belinya,
Halo semuanya, kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing. Hari ini saya bahas beberapa saham di Bursa Efek Indonesia yang ada kata ”Astra” nya. Saham saham itu antara lain: Astra International (ASII), Astra Otoparts (AUTO), Astra Graphia (ASGR), Astra Agro Lestari (AALI) Dari analisa sederhana saya, saya ketemu: Keempat perusahaan ini tidak pernah merugi, di 10 tahun belakangan. 3 dari empat perusahaan ini, lumayan tahan krisis. Saat krisis, sepertinya pasar tetap melakukan pembelian kendaraan, akan tetapi menunda servis dan pembelian suku cadang. ASII sepertinya patut saya pertimbangkan untuk dibeli. Bagaimana saya bisa sampai ke kesimpulan ini, simak analisa saya lebih lanjut. Ohya, jangan lupa subscribe dan like ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini. Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube mela
Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini kita akan membahas, kenapa SRIL pelit dividen? Posting kali ini terinspirasi dari seri video 100 ribu saya sebelumnya, ini link-nya . Di posting itu saya ketemu walau laba SRIL cenderung terus meningkat, tapi dividen-nya segitu2 saja, malah cenderung makin kecil. Di posting kali ini saya telusuri dan plot angka – angka di laporan finansial SRIL dari tahun 2015 sampai dengan 2019 untuk menemukan, kenapa SRIL pelit dividen? Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube melalui link ini: https://youtu.be/jPSryA_8lUw Gambaran Umum SRIL adalah kode saham PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih populer dikenal sebagai Sritex. Sritex bergerak di adalah perusahaan tekstil dari hulu ke hilir. Lini usahanya mulai dari Pemintalan (Spinning), Penenunan (Weaving), Finishing, dan Garment. Perusahaan ini
Comments
Post a Comment