Skip to main content

Saham yang Gak Beratin Kantong Seri Rp 100-200 Ribu: ASRM, BJBR, & EKAD

Hai semuanya, kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing. Untuk kali ini saya akan memulai seri analisis lagi. Kali ini seri antara Rp 1000-2000 per lembar atau Rp 100 – 200 ribu per lot. 

Seri ini mirip dengan seri analisis saya sebelumnya di saham di bawah Rp 100 ribuan per lot.

  1. Punya Uang Rp 100 Ribu Beli Saham Apa Sekarang? BJTM & BFIN
  2. Punya Uang Rp 100 Ribu Beli Saham Apa Sekarang? SMDR, NELY & JRPT
  3. Punya Uang Rp 100 Ribu Beli Saham Apa Sekarang? SRIL, MLPT & CLPI
  4. Punya Uang Rp 100 Ribu Beli Saham Apa Sekarang? ELSA, RUIS, & TBLA
  5. Punya Uang Rp 100 Ribu Beli Saham Apa Sekarang? BJTM, BFIN, & SDRA

Untuk seri kali ini, saya saring perusahaan-perusahaan yang:

  1. Harga nya lumayan nyaman di kantong yaitu antara Rp 1000 – 2000 per lembarnya. Jadi antara Rp 100 – 200 ribu per lot nya. 
  2. PE nya di bawah 10
  3. Net profit margin nya diatas nol 
  4. Operating profit margin nya diatas nol 
  5. Rajin memberikan dividen selama 5 tahun terakhir.

Dari saringan ini saya ketemu 5 perusahaan, yaitu: 

  1. Asuransi Ramayana (ASRM)
  2. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. (BJBR) 
  3. PT Ekadharma International Tbk (EKAD) 
  4. PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) 
  5. PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC)

Di posting ini saya akan bahas 3 dulu, yaitu ASRM, BJBR dan EKAD. Dua selanjutnya saya akan bahas di posting selanjutnya.


Kesimpulan saya untuk posting kali ini adalah: 

  1. Saya merasa ketiga perusahaan ini cukup patut saya pertimbangkan untuk saya beli. Karena dari segi kebijakan alokasi laba, dan harganya lumayan masih nyaman. 
  2. BJBR adalah salah satu perusahaan yang tahan pandemi, dan menarik untuk dikoleksi kalo tidak di pom pom.

Bagaimana saya bisa sampai ke kesimpulan ini, simak analisis saya lebih lanjut.

Ohya, jangan lupa subscribe ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini. 

Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date: https://t.me/MommyBellugaInvesting  

Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube melalui link ini: https://youtu.be/DOXIHam6d70
Profil ASRM
Okay, kita mulai dari profil ASRM atau Asuransi Ramayana. PT Asuransi Ramayana Tbk. adalah perusahaan asuransi kerugian yang memiliki cabang asuransi dengan prinsip Syariah. 

ASRM atau Asuransi Ramayana dalam upaya menyediakan pelayanan prima bagi pemegang polis saat ini telah memiliki 27 (dua puluh tujuh) kantor cabang, 2 (dua) kantor unit, dan 18 (delapan belas) kantor perwakilan yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia. 

Dari laporan keuangan 2019, kepemilikan ASRM dua terbesar adalah perorangan.
1. Syahril, S.E. memegang 27.69%
2. Dr. A. Winoto Doeriat dengan 19.17 %
3. PT Ragam Venturindo dengan 13%
4. Wirastuti Putaraksma, S. H. dengan 17 %
5. Korean Insurance dengan 10 %, 
6. Dan sisanya adalah masyarakat public

Saya ketemu, bahkan perusahaan asuransi membeli asuransi untuk melindungi diri mereka (re-insurance). Di mana re-insurance ini sempat membawa kasus hukum. Kalo ada waktu, saya mungkin bahas di posting sendiri.


Sebelum kita lanjut ke perusahaan berikutnya, yaitu BJBR atau Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, karena ini pertama kalinya saya membahas perusahaan asuransi, saya mau bagi sedikit soal pandangan saya tentang asuransi.

Untuk saya asuransi penting dalam mengurangi kejadian yang tidak terpikirkan yah. Setidaknya, untuk saya paling mendasar usahakan untuk punya BPJS.
Untuk saya, asuransi tidak bisa dicampurkan dengan investasi, jadi saya tidak memilih asuransi yang ada komponen investasinya. Selain karena tanggungannya lebih tinggi, juga premi nya lebih murah.

Untuk saya:
Asuransi adalah perlindungan yang saya bayar, dengan harapan untuk tidak saya pakai.
Sedangkan investasi adalah sesuatu yang saya sisihkan untuk bertumbuh dan kemudian saya pakai.

Profil BJBR
Okay, sekarang kita lanjut ke BJBR.BJBR sepertinya sudah tidak asing lagi di bahas timeline saya. Bank ini sering kali dibandingkan dengan BJTM.
BJBR adalah Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten.

Yang saya baru sadari adalah jangkauan operasi BJBR lumayan luas, menjangkau daerah-daerah di luar Jawa Barat dan Banten, walaupun, dari namanya seakan daerah operasinya cuma di Jawa Barat dan Banten. Di gambar di atas kita lihat daerah jangkauan dari BJBR. Daerah jangkauan yang cukup luas ini saya rasa bagus, karena BJBR merambah daerah baru untuk berkembang.

Dari laporan keuangan 2019, BJBR memiliki dua jenis saham, yaitu saham seri A dan seri B. Saham seri A dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah. Dan saham Seri B dikuasai oleh masyarakat. Jadi yang kita bisa beli di pasar modal adalah saham seri B.

Total saham seri A adalah 75.36%, komposisi terbesar adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan kepemilikan 38.18%, sisanya dimiliki Pemerintah Kota dan Kabupaten se-Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Banten, dan juga Pemerintah Kota dan Kabupaten se-Banten. Ada 24.64% saham seri B, yang dikuasai oleh masyarakat. 

Profil EKAD

Sekarang EKAD atau PT. Ekadharma International Tbk. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1981 dengan nama PT. Ekadharma Widya Grafika. Di tahun 2006, nama perusahaan diubah menjadi PT. Ekadharma International Tbk. Perusahaan ini telah menjadi perusahaan publik sejak tahun 1990 yang sahamnya dicatat di Bursa Efek Jakarta dengan kode saham EKAD.

Ekadharma International bergerak di industri pita perekat, atau selotip, dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia. Perkembangan perusahaannya sepertinya lumayan pesat, dimana dari laporan keuangan 2019 nya, EKAD memiliki 22 kantor cabang dan 19 stock point yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Struktur kepemilikan EKAD cukup sederhana, yaitu 78% sahamnya dimiliki oleh PT. Ekadharma Inti Perkasa, dan 22% sisanya dimiliki oleh masyarakat. Okay, sekarang mari kita lihat bagaimana kinerja ketiga perusahaan saringan saya ini.


Nah, sekarang kita lanjut melihat angka – angka kinerja ASRM, BJBR dan EKAD lebih dalam. Kita akan lihat EPS atau Earning per Share, PE Ratio atau Price to Earning Rasio, dan Dividen-nya. Saya juga akan bagi, berapa harga nyaman dari perusahaan – perusahaan ini versi saya.

EPS ASRM, BJBR, & EKAD 2010-2020

Ok mari kita lihat kinerja perusahaan selama 10 tahun terakhir lewat laba per sahamnya atau Earning Per share, di singkat EPS. Untuk yang perlu pengingat apa itu EPS, silakan lihat video dan blog saya tentang EPS.

Di grafik di atas saya plot EPS dari ASRM paling atas, BJBR di tengah, dan EKAD paling bawah. EPS dari tahun ke tahunnya saya plot sebagai noktah tebal, dengan garis tebal. Saya juga plot garis hijau putus-putus di tiap grafik untuk menandai angka nol. 

Dari ketiga perusahaan ini, semuanya tidak ada yang merugi selama 10 tahun terakhir. 

Sekarang kita lihat satu persatu, ya. ASRM laba per sahamnya cenderung meningkat, sempat turun, di 2012, kemudian meningkat kembali sampai 2018. Di 2019 sempat menurun sedikit. Kemungkin ada hubungan denga klaim re-asuransi yang di hapuskan dengan PT Mandiri Re International (MRI) di tahun 2019. 

Kemudian BJBR, kita lihat trend labanya meningkat dari 2010 sampai 2019. Walaupun ada penurunan di 2014 dan 2016, tapi penurunannya kelihatannya tidak cukup banyak. Sepertinya tidak ada drama yang berarti untuk BJBR.

Selanjutnya EKAD. Kita lihat labanya juga punya trend meningkat. Peningkatan laba di 2016 lumayan drastis, tapi kemudian menurun di 2017 –sampai 2018. Tapi kalau dilihat trend 10 tahunnya, 2019 masi di dalam trend peningkatan laba.

Sekarang mari kita lihat apa efek krisis terhadap ketiga perusahaan ini:

Laba Per Saham Kuartal (EPS) 2019-2020
Ok, untuk melihat efek pandemi ke ketiga perusahaan ini, saya plot disini laba perusahaan per kuartal. Catatan sedikit ya, nilai EPS disini sedikit berbeda dengan yang dilaporkan di laporan kuangan, kecuali untuk kuartal pertamanya. Untuk kuartal selanjutnya, adalah selisih dengan kuartal sebelumnya. Alasannya saya plot seperti itu adalah, laporan keuangan melaporkan dengan format, 3 bulan pertama untuk kuartal pertama, 6 bulan untuk kuartal kedua, dan sembilan bulan untuk kuartal ketiga. Sedangkan, saya tertarik melihat laba di dalam rentang satu kuartal saja. Jadi saya ambil selisihnya di tiap – tiap kuartal.

Ok, mirip dengan grafik sebelumnya, laba per sahamnya saya plot juga sebagai noktah-noktah tebal. Lagi lagi ketiga perusahaan ini tidak ada yang rugi saat masa pandemi, setidaknya sampai kuartal ketiga.

ASRM sempat turun labanya di kuartal keempat 2019, tapi tidak sampai merugi. Labanya kemudian meningkat drastis di kuartal pertama 2020, dan lebih tinggi dari kuartal pertama 2019. Untuk kuartal kedua dan ketiga tahun 2020 labanya lebih kecil dari kuartal kedua dan ketiga tahun 2019. Sepertinya ASRM lumayan terdampak krisis pandemi ini, tapi bantalannya cukup, sehingga tidak sampai merugi.

Kemudian, BJBR yang sepertinya cukup perkasa. Laba per sahamnya lumayan stabil. Seprtinya sedikit lebih bagus dari 2019. Peningkatan di 2020 terlihat jika kita bandingkan kuartal kedua dan ketiga 2020 yang lebih tinggi dari kuartal kedua dan ketiga 2019.

Selanjutnya EKAD. Laba per sahamnya naik turun. Mirip dengan ASRM, paling rendah di kuartal keempat 2019. Sampai kuartal ketiga 2020, sepertinya kinerja perusahaan lebih bagus dari 2019. Sepertinya EKAD tidak terlalu terpengaruh Pandemi.

Nah, kita sudah melihat kinerja dari ketiga perusahaan ini, sekarang mari kita lihat seberapa bagian keuntungan yang dibagikan ke pemilik saham.

Dividen ASRM, BJBR, & EKAD 2014 - 2019
Ok sekarang kita lihat serapa banyak bagian laba perusahaan yang dibagikan ke pemegang saham, yaitu dividen. Untuk teman-teman yang perlu penjelasan apa itu dividen, saya cantumkan link video dan blog saya tentang dividen.

Di grafik di atas ini saya plot dividen sebagai noktah tebal dihubungkan dengan garis tebal. Di grafik, saya juga plot Laba per sahamnya dengan garis tipis sebagai perbandingan.
Perbandingan ini penting bagi saya, untuk melihat perusahaanya sedang sehat  atau sedang di-peras oleh pemegang saham. Hal yang saya biasanya lihat dan bikin saya khawatir:
1. Dividen yang terlalu dekat dengan EPS, atau diatas 80 %
2. Dividen nya lebih tinggi dari EPS nya.

Dari ketiga perusahaan ini, tampaknya dividen yang dibagikan ke pemegang saham lumayan masuk akal. Tidak ada 2 tanda-tanda yang bikin saya khawatir.
Untuk ASRM, laba yang dibagikan sebagai dividen antara 26 -33 %. Angka yang lumayan nyaman buat saya. Saya rasa juga, perusahaan asuransi perlu bantalan kas yang lumayan tebal untuk operasinya.

Kemudian, BJBR. Laba perusahaan yang dibagikan sebagai dividen berkisar antara 59  sampai 75 %. Agak mendekati tinggi menurut saya, terutama dividen 2016 dan 2018, yang mana labanya sedang turun, tapi dividennya tidak turun. Kemungkinan, BJBR berusaha mengurangi fluktuasi hadiah ke pemegang saham.

Terakhir EKAD. Dividen nya lumayan stabil, dan pay-out ratio nya saya rasa lumayan nyaman. Dimana, dividen yang dibagikan berkisar antara 15-33 persen dari laba perusahaan. Kita juga lihat dividen 2016 yang nilainya tidak terlalu ikut melonjak naik walaupun labanya meloncat naik. Ini bikin lebih nyaman, karena ada kemungkinan cash nya di-simpan sebagai dana cadangan. Ini cuma perkiraan saya, untuk tahu alasan detailnya, kemungkinan perlu untuk mengubek-ubek risalah RUPS nya.

Singkatnya, ketiga perusahaan ini tampaknya lumayan pruden atau hati – hati dalam mangalokasikan laba mereka. Selanjutnya pertanyaanya, apakah perusahaannya patut dibeli? Maksud saya, sahamnya yah.

PE Rasio Kuartal 2019 - 2020
Ok untuk melihat apakah perusahaannya cukup murah untuk saya beli, saya pakai Price to Earning Ratio, singkatnya PE. Di timeline saya sering disebut PER. Kalo teman-temen perlu perlu refresher tentang PE, silakan klik link ke video dan blog saya.

Di grafik di atas saya plot PE nya sebagai noktah-noktah tebal dihubungkan dengan garis tebal. Saya juga plot garis hijau putus-putus sebagai penanda batas nyaman saya, yaitu PE nya 10. PE makin kecil makin bagus. Kanapa saya pilih 10, penjelasannya ada di posting saya tentang PE. 

Mari kita lihat satu per satu.
ASRM selama 7 kuartal terakhir memiliki PE di bawah 10. Sempat naik di kuartal keempat 2019. Kenaikan ini berhubungan dangan laba yang sempat anjlok di kuartal keempat 2019. Kemudian turun lagi di kuartal pertama 2020, dan menanjak lagi sampai kuartal ketiga 2020. Tapi di sepanjang tahun 2020 sepertinya saya nyaman dengan PE nya.

Kemudian BJBR. PE nya berada diatas 10 sampai tahun 2019. Kemudian PE nya terus menurun sehingga sahamnya jadi makin menarik. PE nya naik secara perlahan di 2020. Tapi masih dalam batas yang menarik.

Terakhir EKAD. PE nya naik turun, dan selama 7 kuartal terakhir selalu di bawah 10. Sempat hampir menyentuh 10 di kuartal ke 4 2019. Di kuartal pertama 2020, PE nya turun lumayan jauh, hampir menyentuh 4, dimana kembali meningkat menuju kuartal ketiga 2020.

Dari PE ketiga perusahaan ini, makin menguatkan opini saya bahwa ketiga perusahaan ini layak di koleksi.

Zona Harga Nyaman
Pertanyaan sekarang berapa harga nyaman ketiga perusahaa ini berdasarkan data-data yang ada sekarang?
Disini saya plot harga perusahaan selama 4 bulan terakhir sebagai garis tebal. Saya juga plot garis horisontal merah putus-putus, sebagai batas harga nyaman saya. Saya merasa nyaman kalo harganya dibawah garis merah.


Untuk ASRM perkiraan saya berdasarkan PE sampai kuartal ketiga 2020, harga nyaman saya adalah dibawah 2189 rupiah per lembar. Selama 4 bulan terakhir sepertinya harga ASRM datar-datar saja, dan tidak pernah dekat—dekat harga batas saya. Per Jumat, tanggal 15 Januari 2021, pada saat posting ini disiapkan, Harga ASRM berada di kisaran Rp 1800an per lembar saham. Masih di dalam zona nyaman saya.

Kemudian, BJBR batas harga atas saya adalah Rp 1626. Dan sepertinya saat posting ini saya buat, per Jumat, 15 Januari 2021,, Harga BJBR berada di kisaran Rp 1700an per lembar saham.  Harganya sempat dibawah 1000 rupiah di akhir September tahun lalu. Ini bikin saya merasa sedikit ketinggalan kereta. 

Terakhir EKAD yang kisaran harganya lumayan datar. Saya kasi batas atas harga nyaman saya 1379. Selama 4 bulan terakhir tidak banyak berubah. Per Jumat, tanggal 15 Januari 2021, pada saat posting ini disiapkan, Harga EKAD berada di kisaran Rp 1200an per lembar saham. Jadi tidak terasa ketinggalan kereta.


Kesimpulan

Sekarang saya ringkas yah. 

Dari segi pertumbuhan laba, kebijakan pembagian dividen, dan valuasi PE nya, saya merasa ketiga perusahaan ini layak di koleksi. 

Sekian dulu posting saya hari ini, somoga bisa bermanfaat, sampai ketemu lagi di posting selanjutnya. Jangan lupa subscribe dan like, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini. 

Apa Itu Earning Per Share (EPS) atau Laba per Saham?






Comments

Popular posts from this blog

Bedah Portfolio Saham 1

Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini saya akan melakukan bagi portfolio saya. Tujuannya: Sebagai dokumentasi perjalanan saya berinvestasi Agar, mengumpulkan saran2 dan tips-tips dari master-master investor di kebetulan membaca blog ini. Ini saya jujur2an, saya berharap semoga nanti portfolio ini terus berkembang. Versi video dari blog ini, "Bedah Portfolio Saham 1 (Bonus Perbandingan dengan Reksadana Index)" bisa diakses di YouTube: https://youtu.be/hUN85QmkF3A Portfolio  Jadi, singkat cerita, di atas ini penampakan portfolio saya, sampai dengan 19 November 2020, yaitu saat blog ini disiapkan. Portfolio vs Biaya Saya plot di grafik di bawah: Garis merah dan tebal itu adalah portfolio saya Garis biru adalah biaya yang saya keluarkan. Jadi kalo portfolio saya diatas garis biru, berarti saya masih untung, kalo dibawah, saya rugi. Kalo dilihat di awal-awal saya beli saham, nilai portfolio saya di bawah biaya. Tapi karena saya belinya,

Kupas Saham - Saham ASTRA: ASII, AUTO, ASGR, & AALI

Halo semuanya, kembali lagi bersama saya Ratih di Mommy Belluga Investing.  Hari ini saya bahas beberapa saham di Bursa Efek Indonesia yang ada kata ”Astra” nya. Saham saham itu antara lain: Astra International (ASII),  Astra Otoparts (AUTO),  Astra Graphia (ASGR),  Astra Agro Lestari  (AALI) Dari analisa sederhana saya, saya ketemu: Keempat perusahaan ini tidak pernah merugi, di 10 tahun belakangan.  3 dari empat perusahaan ini, lumayan tahan krisis.  Saat krisis, sepertinya pasar tetap melakukan pembelian kendaraan, akan tetapi menunda servis dan pembelian suku cadang.  ASII sepertinya patut saya pertimbangkan untuk dibeli. Bagaimana saya bisa sampai ke kesimpulan ini, simak analisa saya lebih lanjut. Ohya, jangan lupa subscribe dan like ya, supaya saya lebih bersemangat lagi untuk membuat konten – konten seperti ini.  Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date:  https://t.me/MommyBellugaInvesting Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube mela

Kenapa SRIL Pelit Dividen?

Halo semuanya, jumpa lagi dengan saya Ratih, di Mommy Belluga Investing. Kali ini kita akan membahas, kenapa SRIL pelit dividen? Posting kali ini terinspirasi dari seri video 100 ribu saya sebelumnya, ini link-nya . Di posting itu saya ketemu walau laba SRIL cenderung terus meningkat, tapi dividen-nya segitu2 saja, malah cenderung makin kecil. Di posting kali ini saya telusuri dan plot angka – angka di laporan finansial SRIL dari tahun 2015 sampai dengan 2019 untuk menemukan, kenapa SRIL pelit dividen? Subscribe ke channel Telegram saya untuk info blog dan video ter-up to date:  https://t.me/MommyBellugaInvesting    Versi video dari blog ini bisa diakses di YouTube melalui link ini:  https://youtu.be/jPSryA_8lUw Gambaran Umum SRIL adalah kode saham PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih populer dikenal sebagai Sritex. Sritex bergerak di adalah perusahaan tekstil dari hulu ke hilir. Lini usahanya mulai dari Pemintalan (Spinning), Penenunan (Weaving), Finishing, dan Garment. Perusahaan ini